RSS

JANGAN LUPAKAN SEJARAH !!! (3)

M. Asad Shahab: Sosok Dibalik Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan Ke Dunia Arab

M Asad Shahab: Wartawan, Sejarahwan, Intelektual dan Diplomat

 

 

Pembacaan Teks Proklamasi

Perjuangan pencapaian pengakuan kedaulatan Indonedia pada tanggal 27 Desember 1949 bukan merupakan perjuangan yang sederhana dan mudah.  Ada tiga bentuk perjuangan yang harus diraih oleh bangsa Indonesia  sebelum pengakuan tersebut. Pertama, perjuangan militer oleh TNI yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman atau Tan Malaka sebagai pemimpin gerakan sosial revolusioner yang bergaya Marxis. Kedua, melalui cara diplomasi yang dilakukan oleh Hatta, Syahrir dan Mohammad Roem. Dan yang terakhir, yaitu melalui pers yang menyebarkan berita ke dunia internasional tentang proklamasi kemerdekaan Negara Idonesia.

Ketika Proklamasi Kemerdekaan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno – Hatta, berita tersebut tersebar  dengan cepat di seluruh penjuru Indonesia berkat penyiaran berita melalui tiga kantor berita yang sudah berdiri sebelum kemerdekaan, yaitu Antara, Domei dan Reuter. Antara sendiri dibentuk pada tahun 1937 oleh para pejuang kemerdekaan, seperti  A.M. Sipahoetar, Mr. Soemanag dan Adam Malik. Sedangkan, kantor berita Domei dibentuk oleh Jepang, tetapi para wartawannya ialah orang-orang dari Antara sendiri dan kantor berita Reuter merupakan bentukan Inggris. Tetapi ketiga kantor berita tersebut memiliki keterbatasan masing-masing. Jangkauannya hanya terbatas di dalam negeri saja, Domei dikontrol oleh Jepang dan Reuter berpihak pada kekuatan sekutu yang menjadi kendaraan bagi pendudukan Indonesia oleh Belanda.

Lalu sehari setelah diangkat sebagai Presiden, Soekarno membuat maklumat kepada segenap rakyat Indonesia. Intinya, dia sangat berharap kepada orang-orang di sekitarnya untuk bisa menjalin suatu hubungan yang luas dengan dunia internasional. Soekarno juga menyatakan pentingnya membentuk suatu kantor berita yang dapat menghubungkan Indonesia dengan negara-negara Asia dan Afrika. Hal tersebut bertujuan untuk mempengaruhi pikiran rakyat dan menentang segala usaha Belanda yang tetap ingin tinggal di Indonesia.

Asad Shahab salah seorang jurnalis yang hadir dalam pertemuan tersebut, berpikir bahwa dirinya dapat berbuat sesuatu seperti apa yang diharapkan Soekarno. Dia adalah seorang jurnalistik sejak 1936 yang sangat aktif dan membuatnya punya banyak jaringan hingga ke luar negeri, khususnya Timur Tengah. Pada 1938-1942, dia tercatat sebagai kontributor media berbahasa Arab, al-Mughatttan, di Mesir.

 

. Asad Shahab muda | detik.com

Bersama kakaknya, M. Dzya Shahab dan sahabatnya Husein Alhabsyi, dia membentuk kantor berita berbahasa Arab. Asad dan tim setuju menamai kantor berita tersebut dengan Arabian Press Board (APB) dan resmi berdiri 19 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 2 September 1945. Menurut wartawan senior, Solichin Salam di koran Angkatan Bersenjata terbitan 1 September 1993, kata ‘Arabian’ sendiri sengaja digunakan untuk menarik perhatian dunia Islam serta negara-negara di Timur Tengah serta untuk mengelabui pihak Sekutu dan Belanda.

Bagi cendekiawan M. Dawam Rahardjo, sosok Asad Shahab bukan sekedar wartawan biasa. Dia sekaligus berperan sebagai diplomat yang bergaul dengan tokoh-tokoh nasional Indonesia dari semua kalangan ideologi, baik nasionalis, kalangan partai Islam, sosialis, sekuler dan komunis. Di dunia Arab, Asad Shahab berkomunikasi politik dengan tokoh-tokoh seperti Presiden Tunisia Habib Bourguiba, Jamal Abdul Naseer (Mesir), Ibnu Suud dan Amir Faisal (Arab Saudi).

Tak cuma menulis artikel untuk surat kabar, Asad Shahab juga menulis puluhan buku yang semuanya diterbitkan di Lebanon sebagai pusat penerbitan buku berbahasa Arab.

“Masyarakat Timur Tengah mengenal Indonesia dan sejarah Indonesia dari buku-buku yang beliau tulis.” Jelas Jalaludin Rakhmat selaku pakar ilmu komunikasi yang juga cendekiawan muslim.

Jalaludin juga menambahkan, dari buku-buku yang ditulisnya Asad Shahab dapat disimpulkan bahwa Asad Shahab adalah seorang juru catat sejarah perjuangan Indonesia. Lelaki kelahiran Jakarta, 23 September 1910 yang pernah kuliah di bidang publisistik ini menulis soal sejarah masuknya Islam di Indonesia. Asad Shahab juga menulis soal perkembangan komunisme di Indonesia termasuk meletusnya Gerakan 30 September 1965.

Kantor berita APB sendiri tidak hanya menyiarkan beritanya dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan bahasa Arab dan Inggris. APB berjasa menyiarkan serta memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dibelahan negara dunia, khususnya negara-negara Arab dan Islam. Dari jasa dan perjuangan APB inilah kemudian meluas pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, dari negara-negara Mesir, Saudi Arabia, Iraq, Pakistan, India, hingga Jerman, Inggris, Perancis dsb.

Asad Shahab juga dikenal sebagai salah seorang bapak pendiri bangsa Indonesia. Pasalnya, dia sangat berjasa dalam memberitakan proses perjuangan bangsa Indonesia melawan imperialisme dalam mempertahankan kemerdekaan RI dan memperoleh pengakuan kedaulatan oleh dunia internasional.

 

Kado Istimewa Bangsa Arab untuk Indonesia

 

Abdurrahman Azzam Pasya masihduduk terpekur di hadapan meja kerjanya.Raut muka Sekjen Liga Arab itu nampak serius. Di atas pelataran mejanya, berserakan dokumen-dokumen penting. Ada satu benda yang menarik perhatiannya, secarik kertas tergulung rapi: peta dunia.

Orang nomor satu di perhimpunan negara-negara Arab ini membuka gulungan peta itu. Ditatapnya lamat-lamat, matanya beredar ke sana kemari. Sambil menghela nafas, ia tak menemukan nama tempat yang dia cari: INDONESIA.

Indonesia? Di manakah negeri itu berada?Sambil menerawang peta, Azzam lagi-lagi menggelengkan kepalanya yang berbalut peci tarbus.Ia menyerah, bersandar di punggung kursinya. Di manakah negeri yang kabarnya baru merdeka?

Mengapa tak ada Indonesia dalam peta? Padahal beberapa masih ingat dalam benaknya, beberapa harian terkemuka dimesir memuat tentang kemerdekaan Indonesia.

Belum lagi, Mufti Palestina Syaikh Amin Al Husaini mengucapkan selamat kepada negeri nun di Timur sana. Masih ingat pula dalam benaknya, pengusaha kesohor Palestina M Ali Tahir menegaskan kepada para mahasiswa,” Saya serahkan seluruh harta saya untuk kemerdekaan Indonesia.”

 

Syaikh Amin Al Husseini. Sumber foto: Wikipedia

Syaikh Amin Al Husseini. Sumber foto: Wikipedia

Sejak saat itu, Azzam serius meminta laporan-laporan perkembangan Indonesia kepada para mahasiswa dan juga warga Arab yang simpati pada perjuangan Indonesia.

“Saya kumpulkan semua laporan yang masuk ke meja saya soal perang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang ssekarang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta melawan Belanda.Saat itu jumlah penduduk Indonesia sekitar 70 juta jiwa,” kenang Azzam dalam Jauh di Mata Dekat di Hati, Potret Hubungan Indonesia-Mesir.

Indonesia, yang saat itu masih berjuang dalam sunyi masih belum dikenal di kancah global terus menyuarakan suara minor di tengah dunia internasional. Saat dunia membisu menatap penjajahan di Indonesia, Azzam Pasya justru semakin mendekat ke negeri yang terpisah ribuan kilometer.

“Saya akui bahwa ketika ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal Liga Arab pada 1945, saya tidak tahu banyak tentang Indonesia. Pengetahuan saya mengenai Indonesia sangat terbatas.Tidak lebih dari yang saya baca dari buku-buku atau koran-koran internasional,” Azzam mengenang saat itu.

Abdurrahman 'Azzam Pasha.' Sumber foto: http://www.museumwnf.org/league-of-arab-states/?page=LAS-previous-secretary-general.php&sgid=SG1945

Abdurrahman ‘Azzam Pasha.’

Setelah membaca semua laporan yang masuk ke meja kerjanya mengenai perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, Azzam mulai memahami persoalan Indonesia dengan baik.

Hasil dari pengetahuannya mengenai Indonesia membuat Azzam terketuk hatinya untuk membantu perjuangan rakyat Indonesia dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.

Kini, Azzam mendekat ke peta, ia melihat negeri dengan beragam pulau, tapi tak ada nama Indonesia di sana. Juzur al Hindi al Hulandiyyah as Syarqiyyah tertera di sana: Kepulauan Hindia Belanda Timur. Sambil tersenyum simpul, ia bersumpah akan membantu saudaranya di seberang lautan sana.

Azzam pun bersua dengan para pejabat tinggi Mesir.Secara khusus, Azzam bertemu dengan Perdana Menteri Mesir yang juga Menteri Luar Negeri Mesir, Mahmud Fahmi Nokrasyi.

”Bagaimana pendapat Yang Mulia seandainya kita memberi dukungan atas perjuangan bangsa Indonesia?” kata Azzam.

“Yang Mulia, bangsa Indonesia adalah bangsa muslim yang sedang berjuang untuk merebut kemerdekaannya kembali dari tangan penjajah Belanda. Menurut pendapat saya, kalau bangsa ini memperoleh dukungan dan bantuan sepenuhnya dari bangsa negeri-negeri Arab dan Islam, pasti sesudah merdeka mereka akan mempunyai pengaruh dan peranan dalam perimbangan kekuatan di dunia, menggantikan Jepang yang sudah menyerah kalah,” kata Azzam.

Tatapan matanya semakin mantap.Memang hanya impian, negeri itu kelak akan memiliki peranan penting. Harapan yang seolah tak masuk akal. Bagaimana mungkin, negeri yang tak diakui di mana pun kelak akan menjadi negeri yang berperan besar, khususnya untuk Islam dan kaum muslimin?

Tapi disitulah Azzam berharap. Negeri yang kini sendirian kelak tak lagi sendiri. Akan ada banyak saudara seperjuangan yang siap membantunya.

Perdana Menteri Nokrasyi tersenyum simpul.

“Tapi, Indonesia itu jauh letaknya. Indonesia berada di Timur Jauh dekat dengan Australia bukan?”

Dengan sorot mata yang tak berubah, Azzam meyakinkan.

“Yang Mulia, jarak antara kita dengan Indonesia bukan masalah.Menurut saya, Negara-negara Arab bisa menjalin hubungan yang erat dengan bangsa Indoensia yang mayoritas beragama Islam,” tegasnya.

“Jika kita memberikan bantuan kepada bangsa Indonesia dalam peperangan melawan Belanda, saya yakin mereka tidak akan lupa saat mereka merdeka nanti.Pastilah mereka akan mengingat kebaikan kita ini dan akan membantu perjuangan kita menghadapi tentara Inggris dan perjuangan membebaskan tanah Arab yang masih dalam pendudukan bangsa lain,” tegasnya.

Kedua orang itu saling menatap. Nokrasyi tak berkata apapun. Suasana mendadak hening. Sorot mata Abdurrahman mengatakan semuanya. Kelak, semoga Indonesia menjadi negeri yang tak melupakan sejarah, berjuang membebaskan bangsa lain yang masih terjajah.

“Saya yakin mereka tidak akan lupa saat mereka merdeka nanti. Pastilah mereka akan mengingat kebaikan kita ini membebaskan tanah Arab yang masih dalam pendudukan bangsa lain,”

Nokrasyi hanya berpesan agar diberikan data-data tentang Indonesia. Ia belum bisa menjanjikan apapun. Azzam pun tak berdiam diri, ia terus mendatangi pejabat-pejabat negara Arab. Secara khusus, Azzam pun mendatangi lingkungan Raja Mesir saat itu, Raja Faruq.

“Yang penting bagi saya, Raja setuju bahwa Mesir memberikan bantuan yang diperlukan oleh Indonesia.Setelah itu, saya akan menghubungi negara-negara Arab lainnya untuk memperoleh dukungan atas apa yang saya lakukan,” tegas Azzam.

Bak gayung bersambut, telepon tua di kantor Azzam pun berdering. Suara parau di balik sana sudah sangat dikenal Azzam. Ia terkaget-kaget rupanya Raja Mesir yang langsung menelepon dirinya.

“Apa yang paling diperlukan Indonesia?,” tanya Raja Faruq tanpa tedeng aling.

Selain pengakuan kedaulatan, jawab Azzam, yang paling dibutuhkan adalah senjata. Namun, jika ditambah dengan pengiriman sukarelawan dari negara-negara Arab, maka itu lebih baik.

Raja Faruk pun memberikan persetujuan.

“Seluruh senjata biar dikirim dari Mesir.Adapun sukarelawan, dikirim dari negara-negara Arab,” tegas.

Tetiba saja mata Azzam berkaca-kaca. Ia tak tahu mengapa ia menangis. Padahal, Indonesia saja baru-baru ini dia dengar. Melihatnya saja belum pernah. Menggenggam tanahnya apa lagi. Tapi entah mengapa, ada harapan yang terbesit begitu saja.

“Seluruh senjata biar dikirim dari Mesir. Ada pun sukarelawan (berperang), dikirim dari negara-negara Arab,”

Rasa yang sulit diungkapkan.Seakan saudara yang sudah lama tak bersua. Seakan begitu dekat, dekat sekali, bahwa Arab dan Indonesia saling bertaut. Aneh memang, bahkan para pemimpinnya pun tak pernah saling bertatap, tapi mengapa seakan terasa sangat dekat.Dekat sekali.

Keseriusan Azzam berlanjut pada Sidang Liga Arab pertama, sepenggal Rabu dipenghujung 1945. Untuk pertama kali dalam sejarah, sepucuk surat dari panitia Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia dibacakan di hadapan para pemimpin Arab.

Istana Qasr Za’faran menjadi saksi bahwa para negara Arab bertekad untuk membantu secara konkret kemerdekaan Indonesia. Pemimpin sidang yang saat itu Mahmud Fahmy Nokrasyi membacakan surat dari Indonesia pertama kali di hadapan para pemimpin Arab.

“Situasi di Indonesia semakin gawat. Sehubungan dengan digelarnya Sidang Liga Arab, kami menantikan dukungan konkret dari negara-negara Arab dan pengakuan terhadap Republik Indonesia yang merdeka. Kami juga mengharap Inggris tidak membantu Belanda dan tidak ikut campur urusan Indonesia.

Tertanda

Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia”

Ruangan terhentak sejenak. Isu kemerdekaan Indonesia sekejap menjadi Headline Negeri-negeri Arab. Abdurrahman Azzam tak perlu menunggu waktu lama. Segera ia menghubungi Pemerintah Inggris melalui kedutaannya di Kairo.

Ia meminta Inggris tidak membantu Belanda sehingga Inggris tidak dituduh oleh bangsa Islam dan Arab bersikap ta’ashshub (fanatik) dalam menentang kaum Muslim.

Azzam mengatakan kepada salah seorang diplomat Inggris di Kairo bahwa ia tidak akan ragu-ragu meminta negara-negara Arab untuk mengirim sukarelawan guna berjuang bersama para pejuang Indonesia.

Azzam pun segera mengumumkan jihad fisabilillah melawan Belanda dan siapa saja yang membantu Belanda. Setelah itu, Azzam menemui Raja Arab Saudi Abdul Aziz al-Saud ketika Raja itu berkunjung ke Mesir pada 16 Januari 1946.

“Yaa Thawiil al-‘Umri (Yang Mulia), di Timur Jauh ada bangsa muslim yang jumlahnya mencapai 70 juta jiwa. Mereka mengumumkan jihad melawan penjajah Belanda untuk meminta hak-haknya dan meminta hak-haknya dan meraih kemerdekaannya.” kata Azzam kepada pendiri Kerajaan Saudi ini.

Raja Saudi pertama ini meminta keterangan tambahan Azzam tentang perang kemerdekaan itu, lalu mengatakan:

“Ketahuilah, Ya Abdurrahman, bahwa saya dan negeri saya siap membantu bangsa Muslim itu!”

Azzam kemudian menjelaskan bahwa yang diminta bangsa Indonesia adalah senjata dan pengajuan masalah Indonesia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Raja Aziz al-Saud lantas menegaskan, “Ya, Abdurrahman, apapun yang mereka minta, saya siap melakukannya.”

Pertemuan berakhir dengan kesepakatan bahwa pengiriman senjata menjadi tanggung jawab Mesir, sedangkan biaya pengangkutan senjata menjadi tanggung jawab Arab Saudi.

Setelah mendapat dukungan dari para Raja kerajaan Arab, Azzam pun bertekad untuk segera mengirimkan bantuan kepada Indonesia.Ditatapnya lamat-lamat peta  di hadapanya. Ia tuliskan nama Indonesia.

“Harus..harus ada perwakilan liga Arab yang datang langsung ke Indonesia,” gumannya. Ia pun bertekad mengutus perwakilan bangsa Arab datang menyatakan dukungannya kepada Indonesia.Sebuah kado, kado istimewa untuk Indonesia dari bangsa Arab.

Kelak sejarah akan mencatat bagaimana perwakilan Liga Arab, M Abdul Mun’im menembus blokade, bertaruh nyawa, menyelusup ke negeri ini menyampaikan segenggam pesan sederhana: Negeri Ini Tidak Sendiri Bung!

Berbilang tahun, tak ada lagi kesendirian. Namanya tercetak gagah di peta-peta dunia. Tak sulit lagi menemukan Indonesia. Kado yang begitu istimewa dari Arab. Namun, berpuluh tahun kemudian, masih ada amanat yang belum tertunai.

Harapan Azzam akan negeri ini. Harapan akan perannya suatu saat kelak, membebaskan negeri-negeri terjajah. Negeri-negeri yang nun jauh di sana, yang mungkin masih berpeluh dalam kesendirian. Semakin tergerus waktu, namanya bahkan dari peta dunia menghilang berganti nama lain.

Sejarah seakan berulang. Akankan negeri ini mengingat ketika masih dalam kesendirian? Ketika satu persatu tangan terulur lembut.

Hari ini, kita menyaksikan berkumpulnya para pemimpin dunia Islam dalam KTT Luar Biasa OKI di negeri ini. Negeri yang dulu bahkan tak ada namanya dalam peta.Negeri yang dulu berjuang dalam sunyi.

Akankah ada kado istimewa untuk Palestina? Atau mereka lupa dengan para pendahulunya?

“Seluruh senjata biar dikirim dari Mesir.Ada pun sukarelawan (berperang), dikirim dari negara-negara Arab,” tegas Raja Faruq.

Biar sejarah yang akan mencatatnya…

 

Tulisan ini hanyalah cerita pendek yang dihimpun dari data-data tercecer yang dapat dipertanggungjawabkan:

Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, M Zein Hassan

Jauh di Mata Dekat di Hati, Potret Hubungan Indonesia-Mesir.Tim Kedubes Indonesia untuk Mesir, ed. AM Fachir

 

Bintang Mahaputra Adipradana untuk Tokoh Pejuang A.R. Baswedan

25 October 2017   by admin

Ada satu hal yang terlewatkan dalam Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan RI di Istana Negara oleh Presiden SBY tahun ini. Tanggal 13/8/13 yang lalu pemerintah memberikan Bintang Tanda Jasa kepada sejumlah tokoh yang dinilai telah memberikan jasa kepada Negara melalui Keppres no. 57/TK/2013. Dari 11 penerima Bintang Mahaputra Adipradana, — tanda penghargaan tertinggi diantara penghargaan lainnya yang diberikan pada hari itu�ada satu nama yang layak dibicarakan, yakni almarhum Abdul Rahman Baswedan (1908-1986) selaku tokoh pejuang dari D.I. Yogyakarta. Bintang Mahaputra Adipradana adalah tanda kehormatan yang diberikan Presiden kepada seseorang yang dinilai mempunyai jasa besar terhadap bangsa dan Negara Indonesia. Hadir menerima penghargaan selaku wakil keluarga Baswedan adalah putranya: Dr Samhari Baswedan dan cucunya: DR Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina). Mereka berdua didampingi pihak pengusul (Yayasan Nabil), yakni Bapak Eddie Lembong dan Ibu Melly Saliman.

Siapakah A.R. Baswedan? Ia adalah seorang Nation Builder (Pembangun Bangsa) berlatar belakang keturunan Arab, yang sejak semula memiliki cita-cita meng-Indonesia. Untuk itu, tanggal 4 Oktober 1934 Baswedan dan kawan-kawannya menyelenggarakan �Sumpah Pemuda Keturunan Arab�, yang menegaskan bahwa tanah air peranakan Arab adalah Indonesia. Di masa pergerakan nasional, Baswedan berjuang secara politik melalui Partai Arab Indonesia (PAI) yang didirikannya di tahun 1934, sebagai hasil dari interaksinya dengan Liem Koen Hian, pendiri Partai Tionghoa Indonesia (1932) yang pro pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Baswedan juga salah satu Founding Father (Bapak Bangsa) Republik Indonesia, karena keikutsertaannya dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), badan yang merancang Undang-undang Dasar 1945. Ia diangkat sebagai Menteri Muda Penerangan dalam Kabinet Syahrir III (1946-1947). Terakhir, di bidang diplomasi, Baswedan juga turut memperjuangkan pengakuan diplomatik yang pertama dari Kerajaan Mesir di tahun 1947. Dengan berani ia menyelundupkan dokumen perjanjian diplomatik yang amat penting itu melewati penjagaan Belanda dan menyerahkannya kepada Presiden Soekarno.

Membaca sumbangsih Baswedan yang luarbiasa di atas, Yayasan Nabil merasa terkejut ketika menemukan kenyataan, bahwa hingga hari ini belum ada Pahlawan Nasional dari golongan keturunan Arab! Atas dasar-dasar pertimbangan di atas, Yayasan Nabil tanpa ragu-ragu mengusulkan Almarhum A.R. Baswedan menjadi Pahlawan Nasional. Pengusulan ini telah melewati kajian secara ilmiah melalui rangkaian tiga Seminar Nasional di tahun 2011 yakni di Universitas Airlangga (Surabaya); Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta) dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Jakarta), seperti yang sudah dilaporkan dalam Nabil Forum III (Juli 2011). Alangkah indahnya, bila Baswedan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, maka semakin cantik dan berwarna-warnilah taman bunga kebangsaan Indonesia. Apalagi sejak tahun 2009 sudah ada Pahlawan Nasional dari golongan Tionghoa, yaitu alm. Laksamana Muda TNI AL (Pur.), John Lie, yang diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari daerah Sulawesi Utara, antara lain karena usulan dari Yayasan Nabil. Walaupun cita-cita menjadikan Abdul Rahman Baswedan sebagai Pahlawan Nasional belum berhasil, namun Yayasan Nabil tetap berkomitmen untuk terus turut serta dalam proses Nation Building Indonesia, termasuk menghargai mereka yang berjasa pada bangsa ini tanpa memandang asal-usulnya. ***

Salim Ali Maskati, Perintis Kemerdekaan Yang Terlupakan

“Siapa lagi kalau bukan kita sendiri.
Dengan demikian sejarah akan mencatat nama kita,
sehingga akan menjadi suri teladan bagi generasi berikutnya”
(Salim Ali Maskati)

Berbicara mengenai kesadaran berbangsa Indonesia pada golongan Keturunan Arab di Indonesia, maka mau tidak mau kita akan menemukan perjuangan Partai Arab Indonesia (PAI), dengan Sumpah Pemuda Keturunan Arab pada tanggal 4 Oktober 1934, di Semarang dimana mereka secara sadar mengakui bahwa Indonesia-lah tanah air mereka. Dan berbicara mengenai PAI, kita sering mendengar nama AR Baswedan sebagai tokoh pendiri PAI, sudah banyak tulisan dan buku yang menulis mengenai sosok AR Baswedan ini dan sepak terjangnya.

Tetapi sebenarnya PAI bukanlah hanya AR Baswedan sendiri. PAI bukan milik AR Baswedan sendiri. Pejuang dan Perintis Kemerdekaan dari golongan Arab bukan hanya Baswedan seorang. Masih banyak sosok lain yang sebenarnya memiliki andil yang cukup besar di dalamnya. Salah satunya adalah Salim Ali Maskati (SAM). Sayangnya masih sangat terbatas referensi yang bisa kita gali mengenai almarhum. Tulisan ini merupakan salah satu ikhtiar awal untuk mengumpulan “memori sejarah” yang terserak dan terlupakan selama ini.

Sangat sedikit informasi yang kita ketahui mengenai sosok Salim Maskati ini, selain beliau merupakan salah seorang dari Perintis Kemerdekaan RI dan merupakan wartawan Indonesia keturunan Arab yang pertamakali, seperti disebutkan oleh AR Baswedan bahwa Almarhum Salim Maskati ini merupakan salah satu dari pribadi yang memiliki “peran” didalam perjalanan lahirnya sosok AR Baswedan sebagai salah satu seorang terdekat didalam perjalanan hidup dan karir AR Baswedan.

Salim Maskati ini aktif di dalam mendirikan PAI bersama dengan AR Baswedan dan didalam perjuangan PAI ia tercatat sebagai Penulis II, secara lengkap kepengurusan PAI awal tahun 1934 adalah sebagai berikut :

Ketua                    :  AR Baswedan
Penulis I               : Nuh Alkaf
Penulis II             : Salim Maskati
Bendahara           : Segaf Assegaf
Komisaris            : Abdurrahim Argubi

Tokoh PAI lainnya adalah Hamid Algadri, Ahmad Bahaswan, HMA Alatas, HA Jailani, Hasan Argubi, Hasan Bahmid, A. Bayasut, Syechan Shahab, Husin Bafagih, Ali Assegaf, Ali Basyaib, dll.

Tetapi siapakah sebenarnya almarhum ini ?

Salim Maskati ini lahir di Surabaya pada tahun 1907 dan menurut penuturan AR Baswedan sendiri dalam rekaman kaset wawancara dengan Chaidir Anwar Makarim. Walaupun lahir di Surabaya tetapi almarhum berasal dari daerah Palembang.

Dalam usia yang masih sangat muda yaitu 18 tahun (tahun 1925) ia aktif dalam pergerakan politik bersama PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Pada waktu itu ia diserahi Wondoamiseno (lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 1891 – meninggal pada tahun 11 Desember 1952, seorang tokoh PSII dan juga mantan Menteri Dalam Negeri Indonesia pada Kabinet Amir Syarifudin I – red.) untuk menerbitkan sebuah surat kabar “Perdamaian” sebagai sebuah media yang membawakan suara PSII. Harian tersebut dicetak di rumah kediaman Wondoamiseno sendiri. Dan dari sinilah, perkenalan awal dengan sebuah dunia jurnalistik telah meninggalkan kesan mendalam di dalam kehidupannya sehingga Salim Maskati memiliki cita-cita untuk memiliki sebuah percetakan sendiri. Dan pada tahun 1927 dari hasil penjualan rumah warisan orang tuanya, Maskati membeli sebuah percetakan yang kemudian digunakan untuk menerbitkan sebuah surat kabar “Lembaga Baroe”. Surat kabar yang diterbitkan secara perorangan, sebagaimana “Perdamaian” yang diterbitkan sebagai usaha untuk meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan masyarakat.

Hal tersebut merupakan sebuah langkah “idealis” yang progresif, sekaligus berani dan nekat karena pada masa masanya, ketika seseorang memutuskan untuk menghabiskan hartanya untuk membeli sebuah percetakan dan ikut di dalam usaha menyebarkan ide ide perjuangan, daripada pilihan untuk berdagang dan mengejar keuntungan finansial semata selayaknya golongan keturunan Arab pada masa itu.

Dimana kemudian AR Baswedan bersama saudaranya, Ahmad Baswedan membeli percetakan milik Maskati tersebut (Percetakan Al-Hambra) dan kemudian pada waktu itu diserahkan kepada MBA Alamudi sebagai tokoh IAV (Indo-arabische Verbond) untuk mencetak dan menerbitkan jurnal Al Jaum sebagai media.

Maskati ini disebut sebut sebagai wartawan Indonesia pertama dari golongan keturunan Arab, ia bahkan diakui sebagai merupakan mentor awal dari AR Baswedan dalam bidang tulis menulis atau jurnalistik, diceritakan oleh Hoesin Bafagih didalam sebuah pengantar untuk profil AR Baswedan selaku ketua PAI didalam majalah Aliran Baroe No. 6 Januari 1939 Th II: Ketika pada masa tahun 1920, dimana generasi muda keturunan Arab, baik dari golongan Al-Irsyad dan Ar-Rabithah, keduanya mulai timbul semangat pemberontakan terhadap kelompok tua atau golongan Totok (Wulaiti) yang menurut mereka dipandang sebagai halangan bagi arah kemajuan di dalam mengikuti perobahan zaman, dan lahirlah majalah “Zaman Baroe” dimana Hoesin Bafagih dan Salim Maskati merupakan pemimpin redaksinya. Dan pada waktu itu Baswedan sangat bersemangat untuk ikut menulis di dalam penerbitan tersebut tetapi belum bisa diterima oleh kedua pemimpin redaksi itu.

Surat Kabar Zaman Baroe tersebut diteruskan sendiri oleh Maskati yang menjadi media penyiaran dari Al-Irsyad dan kemudian setelah penerbitan tersebut mati, dilanjutkan denganLembaga Baroe, dimana Baswedan mulai ikut aktif membantu Salim Maskati dan ikut mengisi menulis dengan nama alias Bin Auff al Asrie. Mulai saat itulah kepiawaiannya menulis dan mengarang berita tersalurkan dan semakin berkembang ke arah jurnalisme professional.

Maskati yang pada awalnya merupakan mentor Baswedan akhirnya menjadi sahabat dekat dari AR Baswedan dan bahkan Maskati menulis sebuah tulisan mengenai sosok AR Baswedan yaitu AR Baswedan Boeah Pikiran dan Andjoerannja (Soerabaja 1939).

Setelah PAI dibubarkan dan anggotanya dibebaskan untuk meleburkan diri di dalam partai-partai nasional yang ada, Salim Maskati masuk dalam keanggotaan PNI (Partai Nasional Indonesia) di Malang dan kemudian menjadi Ketua II Dewan Daerah Jamiatul Muslimin Jawa Tengah.

Penghargaan sebagai Perintis Kemerdekaan

Pada tahun 1981, Salim Maskati mendapatkan penghargaan sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan tepat pada usianya yang ke 74. Perintis Kemerdekaan merupakan sebuah penghargaan oleh Pemerintah RI, ditujukan bagi mereka yang telah berjuang mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan, diakui dan disahkan sebagai Perintis Kemerdekaan dengan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia. Salah satu kriterianya adalah mereka yang telah  menjadi pemimpin pergerakan yang membangkitkan kesadaran kebangsaan /  kemerdekaan. Dan Salim Maskati merupakan salah satu dari golongan tersebut.

Pada awalnya bukanlah niat almarhum untuk “meminta” penghargaan tersebut kepada pemerintah atas segala jasa perjuangan dan pengorbanannya, hanya saja waktu itu ia mendapatkan dorongan dari kedua sahabatnya yaitu AR Baswedan dan Doel Arnowo. Didalam acara tasyakuran atas penghargaannya tersebut di Ketapang Besar 28 Surabaya, almarhum mengatakan:

“Sesungguhnya tidak terlintas dalam hati saya bahwa saya telah menerima suatu hadiah yang begitu tinggi nilainya. Padahal saya hanyalah seorang petugas lapangan di tengah gemuruh perjuangan menuju kemerdekaan. Apa yang saya lakukan adalah tugas yang wajar sebagai seorang warga negara yang bertanggung jawab”.

Menurut Penuturan Ustadz Helmi Gana (tokoh Keturunan Arab Surabaya yang sering berdiskusi dengan almarhum selama hidupnya); karena jasa dan pengabdiannya sebagai Perintis Kemerdekaan, setiap tanggal 17 Agustus, Walikota Surabaya selalu menyempatkan untuk mengunjungi kediamannya di Surabaya, bahkan setelah wafatnya. Sebagai bukti penghargaan dan apresiasi pemerintah terhadap jasa-jasanya.

Salim Maskati sempat tinggal di jalan Nyamplungan Gang II No 39 dan pada akhir hidupnya almarhum hidup dengan sangat sederhana, ia hidup dari penghasilan pensiunan sebagai Perintis Kemerdekaan sebesar Rp. 62 ribu dan dibantu dengan penghasilan istrinya sebagai seorang penjahit.

Salim Maskati ini merupakan seorang jurnalis dan penulis aktif, namun sayang banyak hasil karyanya yang sampai sekarang belum ditemukan. Beberapa dari tulisannya yang ada antara lain :

  1. Indonesia Tumpah Darahku, Naskah Biografi yang diketik di Surabaya 1982
  2.  AR Baswedan Boeah Pikiran dan Andjoerannja, Soerabaja 1939

Selesai

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 7, 2018 inci Uncategorized

 

JANGAN LUPAKAN SEJARAH !!! (2)

Bangsa Besar adalah bangsa yang tidak lupa dengan sejarahnya                       Pernyataan DR. MOHAMMAD HATTA (Wakil Presiden Pertama RI) tentang Keturunan Arab Indonesia

Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab 1934, yang berisikan:

  1. Tanah Air Peranakan Arab adalah Indonesia,
    2. Karenanya mereka harus meninggalkan kehidupan menyendiri (isolasi).
    3. Memenuhi kewajibannya terhadap Tanah Air dan bangsa Indonesia,

adalah TEPAT SEKALI.

Dengan sumpah ini, yang ditepati pula sejak itu dalam perjuangan nasional Indonesia menentang penjajahan sambil ikut dalam organisasi GAPI, dan kemudian lagi ikut dalam peperangan Kemerdekaan Indonesia dengan laskarnya dengan memberikan kurban yang tidak sedikit, ternyata bahwa Pemuda Indonesia Keturunan Arab, benar-benar berjuang untuk kemerdekaan Bangsa dan Tanah Airnya yang baru.

Sebab itu TIDAK BENARapabila warga negara keturunan Arab disejajarkan dengan W.N.I. keturunan Cina. Dalam praktik hidup kita alami juga banyak sekali W.N.I. turunan Cina yang pergi dan memihak kepada bangsa aslinya: RRC. Warga negara keturunan Arab boleh dikatakan tidak ada yang semacam itu. Indonesia sudah benar-benar menjadi Tanah Airnya.

Sebab itulah SALAH BENAR, apabila kedua macam WNI itu disejajarkan dalam istilah “NON-PRIBUMI”.

Jakarta, 24 November 1975.

MOHAMMAD HATTA

CATATAN:
Surat asli ini ada pada AR BASWEDAN (Yogyakarta), Perintis Kemerdekaan RI.

Presiden Soekarno dan Keturunan Arab

AMANAT PRESIDEN SOEKARNO KEPADA PEMUDA KETURUNAN ARAB

Saudara-saudara bangsa Indonesia toeroenan Arab!

Saja mengarti djiwa saudara-saudara, dan mengetahoei oesaha saudara-saudara sebagai poetera-poetera Indonesia.

Saudara-saudara mentjintai saja sebagai bapak. Saja poen mentjintai saudara-saudara sebagai anak-anakkoe, sebagaimana saja djoega mentjintai tiap-tiap poetera dan poeteri Indonesia.

Landjoetkanlah oesahamoe dengan seichlas-ichlasnja dan sedjoedjoer-djoedjoernja. Dan dengan djalan mendidik diri sendiri serta mendidik kalangan Arab seoemoemnja, soepaja dapat menjamboet masa perdjoangan baroe ini dengan sebaik-baiknja.

Dengan demikian, ajah-ajahmoe kelak nistjaja akan lebih mengarti akan djiwamoe, sehingga kamoe dan mereka sekalian akan dapat memberikan soembangan yang semoelia-moelianja oentoek Tanah Air, Bangsa dan Negara kita.

Saja membenarkan apa jang soedah dinjatakan oleh saudara A.R. Baswedan tempo hari, bahwa kamoelah sendiri jang haroes menentoekan pandangan hidoepmoe. Boekan orang dari loear! Salah benar, kalau nasibmoe kamoe pergantoengkan kepada toentoetan orang loear. Karena, kamoe sendirilah jang dapat mengarti perasaanmoe, djiwamoe, keboetoehanmoe, hari kemoedianmoe, dan hari kemoedian anak-tjoetjoemoe.

Dengan pertjaja pada dirimoe sendiri Insja Allah Toehan akan memberkati perdjoeanganmoe.

SOEKARNO

Djokjakarta, 29-3-1947

 

Amanat Presiden Soekarno

 

HUSEIN MUTAHAR, Penyelamat Bendera Pusaka

Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya langsung ke Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia saat itu. Nasib Republik yang baru tiga tahun merdeka ada di ujung tanduk. Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta pun dikepung oleh pasukan penjajah itu.

Dalam situasi genting itu, Presiden Soekarno lalu memanggilMayor Husein Mutahar, seorang keturunan Arab yang menjadi ajudan kepercayaannya. Soekarno menugaskan Mutahar untuk menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih, hasil karya Ibu Fatmawati Soekarno, yang dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bendera Pusaka itu simbol negara yang tidak boleh jatuh ke tangan penjajah Belanda.

Bung Karno pun memanggil Husein Mutahar ke kamarnya, sementara beliau sendiri tidak tahu nasib apa yang bakal menimpanya. “Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu! Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkan, engkau harus mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini, percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya. Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” perintah Bung Karno seperti yang tertulis dalam buku BUNG KARNO, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams.
Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Sementara bom berjatuhan di sekeliling Gedung Agung. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. “Tanggung jawabnya sungguh berat,” kata Bung Karno dalam buku itu.

Lelaki kelahiran Semarang ini akhirnya memecahkan kesulitan itu dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu. Dibantu oleh Ibu Perna Dinata, benang jahitan yang menyambung warna merah dan putih Bendera Pusaka itu berhasil dipisahkan.

Hal itu terpaksa dilakukan karena kalau Belanda memergoki ia membawa bendera merah putih pasti ia akan dieksekusi karena dianggap Republiken anti-Belanda, dan Bendera Pusaka itu pun bakal disita. Ia yakin, setelah kedua kain itu dipisahkan maka tak bisa lagi disebut bendera, karena hanya berupa dua carik kain merah dan putih.

Setelah berhasil dipisahkan menjadi dua, Husein Mutahar pun memasukan dua kain merah dan putih itu ke dalam dasar dua tas miliknya, yang kemudian dijejali seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya.

HUSEIN MUTAHAR

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta akhirnya memang ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Dan, Husein Mutahar juga ditangkap bersama beberapa staf Kepresidenan lainnya, diangkut dengan pesawat Dakota. Ternyata mereka dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Namun, saat menjadi tahanan kota, Husein Mutahar berhasil melarikan diri ke Jakarta dengan naik kapal laut.

Di Jakarta, Mutahar menginap di rumah R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Kapolri pertama). Di sini ia terus mencari informasi bagaimana caranya dapat segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.

Akhirnya, pada pertengahan 1949, Husein Mutahar menerima pemberitahuan dari Soedjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) Jakarta, bahwa ada surat pribadi dari Presiden Soekarno untuknya. Mutahar pun ke rumah Soedjono, mengambil surat itu. Ternyata benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi. Isinya adalah perintah kepadanya agar menyerahkan Bendera Pusaka yang ia bawa kepada Soedjono. Bendera itu selanjutnya akan dibawa Soedjono ke Bangka (Muntok) untuk diserahkan kepada Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno tidak memerintahkan Husein Mutahar datang ke Bangka untuk menyerahkan sendiri Bendera Pusaka langsung kepada beliau, tetapi lewat Soedjono. Sebab, tak semua orang bebas mengunjungi tempat pengasingan Presiden. Presiden Soekarno hanya boleh dikunjungi oleh anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Nations Committee for Indonesia), dan Sudjono adalah salah satu anggota delegasi itu. Sementara Husein Mutahar bukan anggota delegasi.

Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Soedjono ke Bangka, maka dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter, Bendera Pusaka yang sudah terpisah menjadi dua lembar itu dijahit kembali oleh Husein Mutahar, persis di lubang bekas jahitan aslinya. Namun, ada kesalahan jahit sekitar 2 cm dari ujung bendera. Selanjutnya Bendera Pusaka ini dibungkus dengan kertas koran dan diserahkan kepada Presiden Soekarno oleh Soedjono.

Pada 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa kembali Bendera Pusaka. Dan pada 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta, lalu tahun berikutnya di Istana Merdeka, Jakarta.

Sebagai penghargaan atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka, Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang Mahaputera kepada Husein Mutahar pada tahun 1961, yang disematkan langsung oleh Presiden Soekarno.

Husein Mutahar lahir di Semarang, Jawa Tengah pada 5 Agustus 1916. Setelah menempuh pendidikan dasar di ELS, yang dilanjutkan ke MULO dan AMS, ia kemudian menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, meski hanya selama dua tahun (1946-1947) karena harus berjuang. Selepas dari MULO (1945), Mutahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947).

Karirnya kemudian berpindah-pindah ke beberapa departemen, mengikuti perintah Presiden Soekarno. Salah satu puncaknya adalah saat ia diangkat menjadi Duta Besar RI di Vatikan (1969-1973). Ia menguasai paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Penjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).

Bapak Paskibraka, Tokoh Pramuka Indonesia, dan Komponis Besar

Di luar perannya yang besar dalam penyelamatan Bendera Pusaka, Husein Mutahar dikenal sebagai komponis musik, tokoh kepanduan dan Bapak Paskibraka.

Sebagai komponis, ia menciptakan beberapa lagu nasional dan anak-anak. Lagu nasional ciptaannya yang populer adalah Mars Merdeka dan hymne Syukur. Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku, bahkan menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia. Sedangkan lagu anak-anak ciptaannya, antara lain adalah: “Gembira”, “Tepuk Tangan Silang-silang”, “Mari Tepuk”, “Slamatlah”, “Jangan Putus Asa”, “Saat Berpisah”. Ia juga pencipta “Hymne Pramuka”.

Di bidang kepanduan, Mutahar dikenal sebagai salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, sebuah gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis dan anti-komunis. Dan ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya.

Husein Mutahar juga dikenal sebagai Bapak Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), karena beliau lah yang mendirikan dan membina Paskibraka. Sebagai salah seorang ajudan Presiden, Mutahar diberi tugas oleh Presiden Soekarno untuk menyusun upacara pengibaran bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan, 17 Agustus 1946. Pada saat itu, ia memilih lima anak muda (tiga pemuda dan dua pemudi) yang tinggal di Yogyakarta tapi berbeda asal daerahnya untuk mengibarkan Sang Saka.

Pada tahun 1967, Presiden Soeharto meminta Husein Mutahar untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Saat itu Mutahar menjabat sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hasilnya adalah seperti yang kita lihat setiap tahun dalam upacara Peringatakan Proklamasi 17 Agustus, yaitu pengibaran bendera oleh satu pasukan yang terdiri dalam tiga kelompok: Kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu, Kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa bendera, dan Kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Husein Muhahar selama hidupnya tidak pernah menikah. Ia meninggal dunia di Jakarta pada 9 Juni 2004 di usia 88 tahun. Meski beliau berhak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki Tanda Kehormatan Negara Bintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memiliki Bintang Gerilya atas jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948-1949, tapi beliau tidak ingin itu. Sesuai dengan wasiat beliau, akhirnya beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan.*

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 7, 2018 inci Uncategorized

 

JANGAN LUPAKAN SEJARAH !!! (1)

 

Sebagai negara dengan umat muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki hubungan dengan Arab Saudi. Kenyataannya, hubungan antara dua negara ini semakin erat. Kita dan Arab Saudi  saling memberi dan menerima jasa dari satu sama lain, tidak pernah ada habisnya dan terus berkembang. Misalnya saja, sebagian besar devisa Arab Saudi berasal dari masyarakat Indonesia yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, sebaliknya meeka membuka banyak lapangan kerja di sana bagi pekerja asal Indonesia, Indonesia mengekspor minyak dari sana, dan berbagai kerja sama lainnya.

Hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi berawal dari kedatangan pedagang dan ulama Indonesia pada abad ke-13. Kemudian pada awal abad ke-20, rakyat Indonesia mulai melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Jumlah umat muslim Indonesia yang melaksanakan ibadah haji pun terus meningkat setiap tahunnya. Hingga akhirnya pada tahun 1950 mereka resmi melakukan hubungan diplomasi. Sejak saat itu, Arab Saudi menjadi sahabat Indonesia yang tidak segan dalam memberi.

Mengakui Kemerdekaan Indonesia

 

[Image Source]Arab Saudi memang tidak berperan secara langsung dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun mereka adalah salah satu negara yang segera mengakui kemerdekaan bangsa kita. Ini sangat berarti karena jika tidak ada yang mau mengakui kemerdekaan Indonesia, bisa jadi penjajah merasa bahwa kepulauan ini masih milik mereka. Saat itu nama Indonesia belum ada dalam peta, masih berupa kepulauan tanpa nama. Mendengar ada saudara muslim yang tengah memperjuangan kemerdekaan di sini, mereka pun memberikan dukungannya bersama negara-negara Islam yang lain.

Bantuan Saat Bencana

Kargo berisi bantuan untuk korban gempa dari Arab Saudi [Image Source]Masih ingat dengan bencana besar Tsunami yang menghantam Aceh hingga seluruh Indonesia berduka? Dalam situasi yang terpuruk itu, negara yang sigap membantu adalah Arab Saudi. Kucuran dana, bantuan sosial hingga support di bidang infrastruktur sangat menolong Aceh yang tengah lumpuh saat itu. Arab Saudi adalah salah satu negara yang sering memberikan bantuan bilamana Indonesia

Menampung 1,3 Juta TKI

Alm. King Abdullah membebaskan beberapa TKI yang akan dihukum mati [Image Source]Apa jadinya jika Arab Saudi tidak mau menerima pekerja asal Indonesia?  Meskipun beberapa kebijakan mereka bikin batin kita nyut-nyutan karena hukuman mati yang dijatuhkan pada beberapa pekerja Indonesia, tapi kita tetap harus berterima kasih karena mereka turut berperan dalam kesejahteraan rakyat Indonesia. Terutama para pahlawan devisa negara, yang notabene berasal dari kalangan rakyat kelas bawah. Lagipula, hanya sedikit sekali pekerja yang terjerat kasus hukum. Sebagian besar lainnya bekerja di sana dengan aman dan sejahtera.

Beasiswa pada Pelajar Indonesia

Mahasiswa Indonesia di Arab Saudi [Image Source]Selama beberapa tahun terakhir, Arab Saudi telah mengirimkan sejumlah pengajarnya ke Indonesia. Mereka juga membuka beasiswa bagi pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke sana. Sejumlah universitas ditunjuk untuk mnerima pelajar Indonesia yang dibiayai pemerintah Arab Saudi seperti Universitas Sains dan Teknologi King Abdullah, Universitas King Abdul Aziz, dan Universitas Umm Al-Qura.

Baru-baru ini Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Arab Saudi menambah kuota haji dari Indonesia. Ini untuk membantu umat muslim yang harus mengantre lama demi dapat menginjakkan kakinya di tanah suci.

Sejak jaman Soekarno, Indonesia dan Arab Saudi memang menjalin hubungan baik. Selain karena warganya sama-sama mayoritas pemeluk agama Islam, juga karena kontribusi satu sama lain yang menguntungkan.

 

https://i0.wp.com/arabindonesia.com/wp-content/uploads/2015/08/Rumah-Bung-Karno-Jl-Pegangsaan-Timur-56-Jakarta.jpg

Faradj Martak dan Rumah Proklamasi Kemerdekaan

FARADJ MARTAK DAN RUMAH PROKLAMASI

BUNG KARNO Membacakan Teks Proklamasi di di rumah beliau, di Jl. Pegangsaan Timur 56, yang dibelikan Faradj Martak

Sudah puluhan tahun berlalu sejak Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di rumah kediaman beliau di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Tapi, nyaris tak ada yang tahu: siapa yang membelikan rumah tersebut untuk menjadi kediaman Bung Karno?

Rumah bersejarah yang menjadi tonggak awal berdirinya negara Republik Indonesia ini ternyata dibeli oleh seorang saudagar besar keturunan Arabbernama Faradj bin Said Awad Martak, President Direktur N.V. Alegemeene Import-Export en Handel Marba.

Rumah di Jl. Pegangsaan Timur 56, Cikini Jakarta yang kemudian menjadi rumah bersejarah Bangsa Indonesia, rumah yang pernah di huni oleh Presiden pertama republik ini, rumah yang kemudian dijadikan tempat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, ada dan resmi menjadi milik Bangsa Indonesia adalah berkat usaha dan jasa besar Faradj bin Said Awad Martak, President Direktur N.V. Alegemeene Import-Export en Handel Marba.
Surat Penghargaan Pemerintah untuk Faradj Martak

Atas jasanya itu, pemerintah RI kemudian memberinya ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj bin Said Awad Martak. Ucapan tersebut disampaikan secara tertulis atas nama Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1950, yang ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul selaku Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia.

Dalam ucapan terima kasih tersebut juga disebutkan bahwa Faradj bin Said Awad Martak juga telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang amat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia.

Rumah bersejarah di Jl. Pegangsaan Timur 56, Cikini Jakarta itu sayangnya kini musnah tanpa jejak karena dirobohkan atas permintaan Bung Karno sendiri pada 1962. Di atasnya kemudian dibangun Gedung Pola, dan tempat Bung Karno berdiri bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI itu lalu didirikan monumen Tugu Proklamasi. Dan sejak itulah jalan Pegangsaan Timur berubah menjadi Jalan Proklamasi.

Faradj bin Said Awad Marta adalah saudagar terkemuka di Jakarta (dulu Batavia) sejak zaman kolonial Belanda hingga era kemerdekaan. Ia kelahiran Hadramaut, Yaman Selatan. Anaknya, yang menjadi penerus kerajaan bisnisnya dulu adalah Ali bin Faradj Martak, yang dikenal dekat dengan Bung Karno.

RUMAH BUNG KARNO di Jl. Pegangsaan Timur 56 yang dibelikan oleh Faradj Martak

Beberapa aset miliknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia. Salah satunya adalah Hotel Garuda, di Jogjakarta. Gedung MARBA di kota lama Semarang juga merupakan salah satu jejaknya. MARBA sendiri adalah singkatan dari Martak Badjened (Marta Badjunet), perusahaan yang dirintisnya bersama keluarga fam Badjened yang sama-sama berasal dari Hadramaut.*

BERSAMBUNG

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 7, 2018 inci Sejarah

 

Fakta Pancasila yang Wajib Kita Ketahui

psila6

Tau enggak sih lo kalau hari ini, 1 Juni 2016, adalah hari kelahiran Pancasila? Mungkin sebagian besar dari lo baru tau karena belum lama ini keluar wacana bahwa tanggal 1 Juni akan menjadi hari libur nasional. Sayangnya hari ini enggak jadi libur karena baru akan diliburkan pada tahun depan.

Pasti dari lo ada yang mau banget hari ini libur kan? Tapi jangan cuma mau liburnya aja, lo sebagai warga negara Indonesia yang baik harus terus ingat kalau 1 Juni adalah hari lahirnya dasar negara kita. Nah, biar lo tau lebih jauh tentang dasar negara kita, yuk simak fakta-fakta menariknya.

  1. Pidato Bung Karno di hadapan anggota BPUPKI adalah cikal bakal terbentuknya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
  2. Ide Pancasila lahir saat Bung Karno dalam pengasingan di Ende, NTT. Tepatnya saat beliau melihat pohon sukun.

psila8

  1. Selain Bung Karno, 2 tokoh lain yaitu M. Yamin dan Soepomo juga mengusulkan dasar negara. Namun usul “Panca Sila” Bung Karno yang pada akhirnya diterima oleh BPUPKI.supomo

 

  1. Dasar negara kita ini enggak bakal jadi kayak sekarang kalau enggak ada Panitia Sembilan yang merumuskan usul Pancasila Bung Karno. Nah jadilah Piagam Jakarta yang menjadi asal-usul Pancasila yang disetujui pada 22 Juni 1945

psila1

  1. Nah dulu bunyi sila pertama versi Panitia Sembilan itu “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam….”. Tapi pada akhirnya diganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.

psila2

 

  1. Lambang Pancasila adalah hasil karya Sultan Hamid II dan telah mengalami 3 kali mengalami perubahan desain hingga menjadi lambang yang sekarang lo kenal.

psila3

  1. Burung Garuda dipilih menjadi lambang pancasila karena sering muncul di berbagai dongeng zaman dulu sebagai lambang kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin.

psila4

  1. Tapi lo tau enggak selain lambang Garuda versinya Sultan Hamid II, sempat ada kandidat lambang lainnya yang didesain oleh Moh. Yamin namun ditolak karena penggunaan matahari dianggap kejepang-jepangan.

psila5

 

  1. Peringatan hari lahir Pancasila dimulai sejak 1964. Tapi sejak 1970 pemerintah berhenti merayakannya hingga kembali diperingati lagi pada 2010.

psila6

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Februari 1, 2017 inci Uncategorized

 

Kasus Penistaan Agama 1918, HOS Cokroaminoto Pun mendemo pemerintah Hindia Belanda, dan Sunan Surakarta,

Ketika 1918, Kasus Penistaan Agama, HOS Cokroaminoto Pun Bentuk Pasukan 35.000 Orang

  • demo

DEMO MUSLIMIIN NUSANTARA MENUNTUT KEADILAN TERHADAP KELAKUAN PENGHINA ROSULULLOH DI JAMAN PENJAJAHAN BELANDA

Pada awal Januari tahun 1918, surat kabar harian bernama “Djawi Hisworo” pernah muncul suatu artikel yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad, shollollohu ‘alaihi wasallam. Artikel tersebut ditulis oleh Djojodikoro, dan berjudul “Pertjakapan Antara Martho dan Djojo”.

Artikel itu memuat kalimat bertuliskan:

“Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem AVH, minoem Opium, dan kadang soeka mengisep Opium.”

Kalimat itu secara jelas menuduh bahwa Nabi – shollollohu ‘alaihi wasallam – adalah pemabuk, dan suka mengkonsumsi Opium.

Sontak, artikel tersebut mendapat reaksi besar dari masyarakat Muslimiin Nusantara di waktu itu.

Salah satu tokoh Islam, yaitu H.O.S Tjokroaminoto – Pahlawan Nasional RI – bahkan segera membentuk organisasi bernama Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM).

Struktur TKNM ini terdiri dari:

Ketua: HOS (Haji Oemar Said) Tjokroaminoto
Bendahara: Syekh Roebaja bin Ambarak bin Thalib

Sekretaris: Sosrokardono

Setelah dibentuk, TKNM menyeru kepada masyarakat Indonesia untuk menghadiri perkumpulan besar yang berlokasi di Kebun Raya Surabaya, pada tanggal 6 Februari 1918.

Perkumpulan ini diadakan sebagai sikap kaum muslim terhadap penghinaan Nabi.

Tahukah berapa kaum muslim yang ikut dalam aksi tersebut?

Diperkirakan tidak kurang daripada 35.000 orang!

Tuntutannya hanya satu, yaitu mendesak pemerintah Hindia Belanda, dan Sunan Surakarta, untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik surat kabar), atas kasus penistaan Nabi, shollollohu ‘alaihi wasallam.

Di waktu itu, tentu saja media tidak seperti sekarang. Tidak ada media sosial macam facebook, twitter, dan tidak ada TV. Radio pun hanya segelintir orang yang punya.

TNKM hanya bermodalkan pesan lisan dan media seleberan kertas untuk mengumpulkan massa sebesar itu.

Dan tentunya tidak ada bayaran atau Nasi Bungkus untuk mengumpulkan mereka.

Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya kemarahan masyarakat Muslim Indonesia yang mengikuti 124.000 nabi sejak awal jaman, yang diutus oleh Tuhan Yang Maha Esa, Allah, saat mengetahui Nabi mereka dihina.

cokro

Belajarlah sejarah lebih banyak lagi jika masih tidak sehat, dan mengatakan bahwa Aksi Damai Bela Qur’an yang diikuti dua jutaan manusia dari Sabang sampai Merauke, adalah upaya memecah belah bangsa.

H.O.S Tjokroaminoto adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang tidak diragukan lagi jasanya dalam perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia.

Jadi beranikah anda bilang H.O.S Tjokroaminoto (mentor bung Karno) adalah penebar isu SARA?

Beranikah anda bilang bahwa Guru Bangsa itu berusaha memecah-belah bangsa?

Beranikah anda bilang bahwa 35.000 massa yang berkumpul di tahun 1918 itu adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti makna toleransi?

Kalau anda berani, bisa jadi justru anda yang penebar isu SARA, andalah yang memecah-belah bangsa, dan anda mungkin sekali termasuk orang bodoh, yang tidak tahu makna toleransi.

  • ati itu menyusul ucapan para politisi dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang menyebut Aksi Bela Islam III yang akan digelar pada tanggal 2 Desember (212) merupakan aksi makar untuk menjatuhkan Presiden Jokowi.

Lebih lanjut, pendiri Yayasan Pendidikan Bung Karno itu membandingkan peristiwa 1965 dan 1989 dengan tuduhan makar dari penguasa saat ini terhadap para aktivis yang mengkritik berbagai persoalan kebangsaan. Aksi 2 Desember, lanjutnya, dilakukan karena para aktivis menilai pemerintah Jokowi tidak becus menangani masalah bangsa.

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 25, 2016 inci Uncategorized

 

Dilingkaran Kekuasaan Perkaya Diri

Bongkaran bocoran wikileaks

harta

Bocoran Wikileaks itu dimuat dalam edisi Jumat, 11 Maret 2011, koran itu menampilkan judul besar-besar di halaman depan, “Yudhoyono ‘abused power’: Cables accuse Indonesian President of corruption.” Berita serupa juga dimuat harian utama Australia lainnya, Sydney Morning Herald.

Media The Age menulis kasus dugaan korupsi yang menyeret Kiemas itu terkait proyek-proyek infrastruktur. Menurut The Age, Kiemas diyakini telah diuntungkan oleh sejumlah proyek seperti proyek Jakarta Outer Ring Road senilai US$2,3 miliar.

The Age juga menyebut Kiemas diuntungkan oleh proyek jalur kereta api double track dari Merak sampai Banyuwangi, Jawa Timur, senilai US$2,4 miliar. Tidak hanya itu, Kiemas juga disebut terkait kasus jalur trans Kalimantan senilai US$2,3 miliar, dan proyek trans Papua yang nilainya mencapai US$1,7 miliar.

Menurut The Age, Wikileaks menulis tak lama setelah menjadi presiden pada 2004, Yudhoyono turut campur dalam penanganan sebuah kasus yang melibatkan Taufiq Kiemas. Kiemas dituding menggunakan pengaruh istrinya sebagai Ketua Umum PDIP untuk melindunginya dari tuntutan hukum berkaitan dengan sebuah kasus, yang disebut diplomat AS dalam laporannya sebagai “korupsi yang melegenda selama kepemimpinan istrinya sebagai presiden.”

Terkait tudingan ini, PDI Perjuangan menilai informasi yang dibocorkan Wikileaks sangat diragukan kebenarannya. PDI Perjuangan menyerahkan agar pemerintah merespons penuh pemberitaan yang juga menyeret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Kami meragukan kebenarannya,” kata salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Arif Budimanta, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Jumat 11 Maret 2011.

Arif mendesak pemerintah harus merespons resmi atas pemberitaan itu. Bagi PDI Perjuangan, kata Arief, semua informasi bocoran Wikileaks itu harus diklarifikasi terkait soal apa saja. PDI Perjuangan menilai pemberitaan bocoran Wikileaks itu bak isu perombakan kabinet atau reshuffle dan evaluasi koalisi.

“Menurut kami, tidak ada hal aneh saat Ibu Mega (menjadi Presiden). Buat apa direspons serius. Kami serahkan kepada pemerintah. Itu kan juga mengenai hubungan kedua negara, penyikapan diplomatik,” ujar politisi yang juga Ketua Megawati Institute ini.Dibalik Layar Mafia Penguasa Tambang RI

Buat anda yang akan memilih Presiden di Indonesia, kami kabarkan bahwa semua tidak akan mendukung rakyat dan hanya membela kepentingan kroni dan dinasti.Tidak ada harapan lagi untuk mempercayai manusia-manusia yang akan maju ke 2014. Setelah kalian membaca ini, berpikir ulang lah untuk memilih partai dan calon pemimpin yang selalu dibangga-banggakan baik itu di yudikatif, legislatif hingga eksekutif.
Kemana Umat Islam Indonesia ketika bangsanya di rampok?
Ini sudah benar-benar menggurita, kita semua di buat terbuai oleh segenap manusia-manusia yang katanya pintar dan mampu memimpin bangsa ini.
Pandainya mereka semua bersandiwara di depan rakyat. Di media massa hingga TV mereka pura-pura saling membenci tapi di belakang itu mereka saling menyayangi, saling berbagi, saling melindungi hingga saling menjual aset bangsa.
Untuk merubah bangsa ini,kita harus mengubah sistim. Jika tidak, maka bangsa ini akan terus menerus terpuruk. Mungkin akan hilang dari peta dunia.

1. Dominasi Maskapai-maskapai tambang AS di Nusantara, baik tambang mineral maupun tambang migas

Mulai dari perusahaan tambang tembaga-perak-emas Freeport McMoran di Papua Barat, perusahaan tambang emas Newmont di Minahasa (Sulut) & Sumbawa (NTB), perusahaan tambang migas ChevronTexaco (d/h Caltex) di Riau dan juga menguasai produksi geothermal di Jawa Barat (setelah Unocal lebur ke dalam ChevronTexaco) sampai dengan perusahaan tambang migas ExxonMobile yang sudah menguras Aceh kini diizinkan menghisap kekayaan Blok Cepu.

Kegiatan eksplorasi perusahaan-perusahaan tambang itu didukung oleh perusahaan-perusahaa­n jasa konstruksi industri migas AS, seperti kelompok Halliburton (Kellog, Brown & Root) yang bermitra dengan PT PP Berdikari milik yayasan-yayasan Soeharto, dan McDermott, yang bermitra dengan Bob Hasan, seorang kroni Soeharto.

Orang-orang Kunci di bidang Pertambangan, di luar Menteri Pertambangan dan aparat formalnya, adalah Seksi Ekonomi Kedubes AS, yang merupakan pelobi kepentingan perusahaan-perusahaa­n migas AS, yang berperan dalam alokasi konsesi migas ConocoPhillips di Celah Timor IMA (Indonesian Mining Association), lama dikuasai oleh

1. Benny Wahyu dari INCO.
2. Jantje Lim Poo Hien (Yani Haryanto), pemimpin Harita Group, kroni mendiang Presiden Soeharto (tetangga di seberang rumah Soeharto di Jl. Cendana), pemilik 10% saham dalam PT Kelian Equatorial Mining (KEM), mitra Rio Tinto & penyandang dana bagi Kent Bruce Crane, bekas operator CIA dan pemasok senjata api kecil bagi pemerintah AS dan negara-negara lain.
3. Ada lagi nama Jusuf Merukh, bergelar “Raja Kontrak Karya Emas”, pemegang saham minoritas dalam belasan kontrak karya tambang emas dari Aceh sampai dengan Maluku Tenggara; pernah dekat dengan Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto dan James Riady, boss Lippo Group yang mengfasilitasi masuknya pompa bensin Shell pertama di kompleks Lippo Karawaci.
“Kabinet SBY,kabinet indonesia bersatu sejatinya bermakna bersatu garong sumber daya alam Indonesoa” Ujar Rio dari Baretaz
Ramai ramai para kabinet indonesia bersatu garong sumber daya alam. Paling tidak tiga orang di antara segelintir decision maker ekonomi Indonesia atau keluarga dekat mereka ikut mengeruk rezeki berlimpah dari minyak dan gas bumi, sebelum mereka bergabung ke dalam Kabinet ‘Indonesia Bersatu’ pimpinan SBY.

4. Di puncak anak tangga tentunya perlu disebutkan mantan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla sendiri, yang keluarganya adalah pemilik Nuansa Group. Menantu JK, Soesanto Soepardjo, yang menikah dengan putri tertua Jusuf Kalla, Muchlisah Kalla, diserahi memimpin PT Kalla Inti Kalla Nuansa Group, salah satu investor yang tertarik menggarap sumur minyak di Blora, Jawa Tengah.

5. Di luar urusan Blok Cepu, kelompok Bukaka yang dipimpin oleh Ahmad Kalla, adik kandung sang Wakil Presiden, punya hubungan bisnis dengan salah satu raksasa migas dari AS, ConocoPhillips. Berkongsi dengan perusahaan daerah Batam, PT Bukaka Barelang Energy sedang membangun pipa gas alam senilai 750 juta dollar AS setara Rp. 7,5 trilyun untuk menyalurkan gas alam dari Pagar Dewa, Sumatera Selatan, ke Batam.

Nama perusahaannya, PT Bukaka Barelang Energy. Gas alamnya sendiri berasal dari ladang ConocoPhillips di Sumatera Selatan.

“Inilah Karnaval para artis migas..!!”

1) Karnaval ini meliputi mantan Menko Ekuin Aburizal Bakrie sekarang menjadi calon presiden dari Golkar (Golongan ingkar), mantan Menaker Fahmi Idris, dan mantan Menteri Urusan BUMN Sugiarto.

Di masa kediktatoran Soeharto, adik-adik Ical ikut membangun perusahaan-perusahaa­n perdagangan minyak anak-anak dan adik sepupu Soeharto di Hong Kong dan Singapura, di bawah nama “Mindo”, “Permindo”, dan “Terrabo”.

Setelah Soeharto dilengserkan oleh gabungan kekuatan IMF, tentara, dan gerakan mahasiswa, Ical dan adik-adiknya melepaskan diri dari kelompok Mindo itu lalu Pertamina menutup keran perusahaan-perusahaa­n tersebut.

Belum jelas apakah perkongsian antara keluarga Bakrie dan keluarga Soeharto di pabrik pipa PT Seamless Pipe Indonesia Jaya, di perusahaan perkebunan PT Bakrie Sumatra Plantations, dan di Bank Nusa, juga telah berakhir.

Sebelum era presiden Soeharto berakhir, Bakrie Bersaudara sudah berhasil membangun imperium bisnis migas mereka sendiri. Indra Usmansyah Bakrie, adik Ical, tercatat sebagai Presiden Komisaris Kondur Petroleum S.A perusahaan swasta yang berbasis di Panama.

Perusahaan itu dimiliki oleh PT Bakrie Energi, yang 95 % milik Bakrie Bersaudara dan 5% milik Pan Asia, yang pada gilirannya milik Rennier A.R. Latief, CEO dan Presdir Kondur Petroleum SA.

Di Indonesia, perusahaan ini bergerak di bawah nama PT Energi Mega Perkasa Tbk yang sejak tahun 2004 terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan juga dipimpin oleh Renier Latief. Perusahaan ini sekarang menjadi perusahaan migas swasta nasional kedua terbesar setelah Medco Group.

Di mancanegara, kendaraan bisnis minyak Bakrie bersaudara ini tetap bergerak dengan nama Kondur Petroleum SA, dan beroperasi di Kroasia, Uzbekistan, Yaman dan Iran. Tapi sebelumnya, sebagai operator Kawasan Production Sharing Selat Malaka (KPSSM), Kondur telah berbisnis dengan Shell, yang menampung minyak mentah itu untuk dimurnikan di Australia.

Selain di Kondur Petroleum SA, Bakrie Bersaudara juga memiliki saham dalam PT Bumi Resources Tbk, yang sedang mengalihkan usahanya dari sektor perhotelan ke pertambangan, khususnya pertambangan migas dan bahan baku enerji yang lain.

Hampir 22% saham perusahaan itu milik Minarak Labuan, maskapai minyak milik Nirwan Dermawan Bakrie, yang telah menanamkan 33 juta dollar AS di Yaman. Diversifikasi usaha itu dilakukan dengan membeli 40% saham Korean National Oil Corporation (KNOC), yang menanam 4,4 juta dollar AS dalam unit pengolahan minyak TAC Sambidoyong di Cirebon.

Selain di Indonesia, KNOC melakukan eksplorasi migas di sebelas negara lain, termasuk Libya, Afrika Selatan, Yaman, Vietnam, Venezuela, Peru dan Argentina.

Dominasi ekonomi politik Aburizal Bakrie dijamannya suharto dan megawati, walaupun sudah digeser dari Menko Ekuin ke Menko Kesra, dapat kita lihat dari alotnya penyelesaian ganti rugi bagi korban-korban lumpur PT Lapindo Brantas, yang sahamnya sebagian milik PT Energi Mega Persada. Sebagian lagi sahamnya milik kelompok Medco.

Lain lagi dengan Fahmi Idris, dia adalah anggota Grup Kodel (“Kelompok Delapan”), yang berkongsi dengan perusahaan migas AS, Golden Spike Energy. Kodel sendiri juga bergerak dalam bidang pertambangan migas, melalui anak perusahaannya, PT FMC Santana Petroleum Equipment Indonesia, yang berkongsi dengan kelompok Nugra Santana milik keluarga Ibnu Sutowo almarhum.

Dulu,sebelum perombakan di era kabinet SBY-JK yang terakhir, Sugiarto, yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Urusan BUMN, adalah mantan Direktur Keuangan PT Medco Energi Internasional Tbk, perusahaan swasta Indonesia terbesar di bidang migas, milik Arifin Panigoro dan keluarganya.

Kelompok Medco itu pada awalnya ikut berkembang karena perkongsiannya dengan besan Soeharto, Eddy Kowara Adiwinata (mertua Siti Hardiyanti Rukmana) dan salah seorang Menteri, yakni Siswono Judohusodo. Ekspansinya ke negara-negara Asia Tengah eks-Uni Soviet dilakukan dengan membonceng ekspansi pengusaha muda yang waktu itu masih termasuk keluarga Cendana, yakni Hashim Djojohadikusumo.

Sesudah berakhirnya masa kepresidenan Soeharto, manuvermanuver politik Arifin Panigoro, yang spontan mendukung gerakan reformasi, menyelamatkan kelompok bisnis ini, yang muncul sebagai penyandang dana PDI-P dan berhasil mengorbitkan Megawati Soekarnoputri ke kursi RI-1.

Setelah pudarnya bintang Megawati Soekarnoputri, Arifin Panigoro keluar dari PDI-P dan mendirikan partai baru, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) bersama Laksamana Sukardi.

Sementara itu, Medco semakin berkembang, dan berusaha melakukan diversifikasi ke sektor pembangkitan tenaga listrik geothermal maupun tenaga nuklir, setelah berkongsi dengan Pertamina menyadap sumber-sumber migas di Sulawesi Tengah dan sedang mengambil ancang-ancang menjadi produsen migas No. 2 terbesar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dengan demikian, kelompok Medco dan unit-unit migas dari kelompok Bakrie, dapat digolongkan sebagai maskapai transnasional (TNC) juga.

Hatta Rajasa yang sekarang menjabat Menko perekonomian sekaligus besannya SBY, pernah menjadi eksekutif Medco (1980-3), sebelum mendirikan perusahaan konsultan manajemen, PT InterMatrix Bina Indonesia, yang bekerja sama dengan Pertamina dan perusahaan-perusahaa­n perminyakan asing.Saat ini Hatta sedang memonopoli batubara untuk PLTU di Cilegon Banten.(KPK jadi ayam sayur)

Sebagai anak Palembang, Insinyur Pertambangan lulusan ITB itu tidak asing dengan dunia perminyakan. Mertuanya salah seorang staf Stanvac, ketika Hatta jatuh cinta kepada Okke, dokter gigi yang kini sebagai isterinya.

Mantan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) sendiri, Purnomo Yusgiantoro, adalah Wakil Pemimpin Perusahaan PT Resource Development Consultant, di mana M.S. Kaban, Menteri Kehutanan, menjadi konsultan. Entah apa bidang bisnis PT itu. Namun embelembel “resource development” jatuhnya tidak jauh dari sumber-sumber daya energi juga.

Sutan Batughana,ini juga berbisnis oil dan gas.Dimana ia menjadi Komisaris di PT Timas Suplindo.Proyek yang sedang di garong adalah Star Energy nilainya 20 jt dollar dengan mark up.Yang terbaru Lifting Platform Bravo pertamina dan ada yg udah kontrak di sulawesi nilainya sekitar 1.5 milyar dolar.

Untuk sang anak presiden,Ibas,jangan kita tanyakan,perusahaannya banyak di segala bidang.Sebagai tambahan saja,ibas juga berbisnis oil dan gas melalui perusahaannya bernama Swiber bergerak di penyewaan kapal pengangkut oil dan gas.Dia juga merangkap menjadi komisaris

So,bagaimana dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri?

Kedekatan SBY dengan Letjen (Purn.) T.B. Silalahi, staf ahli Presiden bidang sekuriti, sangat rentan dimanfaatkan oleh Tomy Winata, pimpinan kelompok Artha Graha. Soalnya, T.B. Silalahi orang kunci di Artha Graha. Kenyataannya, Artha Graha, yang sebagian saham banknya milik Yayasan Kartika Eka Paksi, lengan bisnis TNI/AD, juga ikut mengadu untung di Blok Cepu.

Dalam rush para pelaku bisnis top di Indonesia untuk mendapat bagian dalam pengeboran minyak bumi di blok Cepu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, nama Tomy Winata.

Selain dia, pengusaha yang sudah menampakkan minatnya untuk ikut menggarap blok Cepu adalah

1.Surya Paloh, melalui perusahaannya, PT Surya Energi Raya, Ketua partai Nasdem (nasi adem), yang digandeng oleh PT Asri Dharma milik Pemkab Bojonegoro

2.Dahlan Iskan, boss Grup Jawa Pos

3.Ilham Habibie, putra sulung mantan presiden B.J. Habibie

4. Letjen (Purn.) A.M. Hendropriyono, mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara)

5. Hartati Murdaya, pimpinan kelompok CCM (Central Cakra Murdaya);

6.Laksdya Sudibyo Rahardjo.

7.Susanto Supardjo, menantu Jusuf Kalla.

Hampir semua nama-nama diatas itu merupakan tokoh lama di bidang politik dan ekonomi yang masih aktif sampai sekarang.

Sudibyo Raharjo, mantan Dubes R.I. untuk Singapura dan mantan penasehat Otorita Batam, adalah mertua Thareq Kemal Habibie, putra kedua B.J. Habibie. Setahu saya, purnawirawan perwira TNI/AU itu tidak terlalu dekat dengan SBY.

Berbeda halnya dengan ‘trio’ Hendropriyono, Tomy Winata, dan Hartati Murdaya. Trio itu punya pertalian bisnis yang berputar di seputar keluarga Hendropriyono. Di masa jayanya sebagai Kepala BIN, Hendropriyono juga masuk dalam kelompok Artha Graha, karena menjadi Presiden Komisaris PT Kia Motors Indonesia (KMI), yang termasuk kelompok Artha Graha.

Tomy Winata pribadi, menjadi salah seorang pemegang saham PT KMI. Sedangkan seorang putera Hendro, Ronny Narpatisuta Hendropriyono, menjadi salah seorang direktur PT KMI, bersama Fayakun Muladi, putera mantan Menteri Kehakiman Muladi. Ronny, pada gilirannya, juga komisaris PT Hartadi Inti Plantations, penguasa areal konsesi kelapa sawit seluas 52 ribu hektar di Kabupaten-kabupaten Buol dan Toli-Toli di Sulawesi Tengah.

Berarti, keluarga Hendropriyono punya hubungan bisnis yang cukup erat dengan Tomy Winata maupun dengan Hartati Murdaya. Melihat kenyataan itu, boleh jadi trio Hendropriyono-Tomy Winata-Hartati Mudaya akan bekerjasama untuk mendapatkan bagian dari mega proyek blok Cepu itu.

Dengan mengungkap semua kaitan bisnis migas keluarga dan konco-konco Presiden, mantan2 Wakil Presiden,mantan2 menteri dan para Menteri, baik yang sudah terwujud maupun yang sedang digarap, kita dapat memahami kepentingan mereka untuk menaikkan harga BBM, yang naik sangat tidak proporsional dengan kemampuan kocek rakyat.

Bayangkan saja, harga bahan bakar minyak (BBM), yang kemarin rata-rata naik 125% jelas-jelas menunjukkan bias ke arah kepentingan kelas menengah dan atas.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa ada Menteri yang bisnis keluarganya punya kaitan dengan Shell, yakni Aburizal Bakrie.

Kebetulan Ical juga penyandang dana Freedom Institute dan kebetulan juga Freedom Institute dipimpin oleh Rizal Mallarangeng, yang abangnya, Alfian Mallarangeng, dan ‘kebetulan’ lagi dulunya salah seorang jurubicara Presiden SBY,Menpora dan kebetulan di tangkap KPK.

Lalu, betulkah semua ‘kebetulan’ itu memang ‘kebetulan’? Ataukah tangan-tangan Shell memang begitu kuat mencengkeram ke dalam berbagai celah pemerintah dan masyarakat sipil di Indonesia? Siapa pelobi masuknya Shell ke pemasaran BBM? Ini dapat ditelisik dari lokasi pendirian pompa bensinnya yang pertama, yakni di depan Hypermart Lippo Karawaci di Tangerang.

Tanah di mana SPBU Shell itu berdiri, adalah bagian dari kota satelit Lippo Karawaci seluas 500 hektar, milik PT Lippo Karawaci Tbk. James T. Riyadi (lahir di Jakarta, 7 Januari 1957), adalah pemegang saham utama perusahaan itu.

Dia memimpin kelompok Lippo di Indonesia dan di AS. Sedangkan ayahnya, Mochtar Riady, memimpin usaha kelompok Lippo di Tiongkok dan kebetulan lagi merupakan penyandang dana terbesar untuk Jokowi Ahok.

Kerjasama ayah dan anak ini pernah menimbulkan kontroversi di AS, ketika kelompok Lippo menyumbang satu juta dollar AS untuk dua kali pemilihan Presiden William (Bill) Clinton.

Kedekatan mereka dengan Bill Clinton membuahkan hasil yang lumayan menguntungkan: sebuah pembangkit listrik raksasa yang dibangun kelompok Lippo di Tiongkok, mendapat pinjaman dari Bank Exim AS, yang sejatinya hanya meminjamkan dana kepada perusahaan-perusahaa­n AS.

Tidak banyak orang yang masih ingat peranan kelompok Lippo dalam skandal korupsi Bill Clinton itu, berkat kelihaian strategi human relations kelompok itu, yang menyasar kelas menengah-atas keturunan Tionghoa.

James Riady telah menyumbang pembangunan banyak gereja di berbagai kawasan pemukiman mewah di Indonesia. Kapela (gereja kecil) di kampus UKSW, Salatiga solo dimana kampung jokowi berasal, itu juga merupakan sumbangan Lippo.

Ayah James, Mochtar Riady, bahkan duduk dalam kepengurusan yayasan pengelola perguruan tinggi Kristen itu, yang telah memecat Arief Budiman, cendekiawan keturunan Tionghoa, yang sangat kritis terhadap perkembangan konglomerat di Indonesia.

Selain itu, kelompok Lippo dikenal sebagai salah satu donor PDI-P. PDI-P sendiri tidak dapat diharapkan karena penunjukan ExxonMobil sebagai pengelola Blok Cepu. Ini tidak terlepas dari dominannya peranan Megawati Soekarnoputri dan suaminya, Taufik Kiemas, di fraksi terbesar ke 2 di DPR-RI itu.

Padahal keluarga ini merupakan pedagang BBM yang semakin berjaya di wilayah DKI. Dengan memiliki 13 SPBU, keluarga Mega-Taufik sangat berhasil di bidang pemasaran BBM, dan masih terus berniat membuka pompa bensin baru, dengan merek Pertamina maupun yang lain.

Semua SPBU milik keluarga Mega-Taufik sudah berhasil menjual lebih dari 15 ribu liter gabungan premium, pertamax dan solar. Bahkan salah satu di antaranya, yaitu yang berlokasi di kawasan Pluit, Jakarta Barat, mampu menjual 90 ribu liter sehari.

Makanya, mereka sangat diuntungkan dengan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM tahun lalu. Padahal, keluarga Taufik Kiemas bukan satu-satunya anggota parlemen yang berjualan minyak. Lalu, untuk apa mereka mau menentang masuknya maskapai migas asing, mulai dari hulu sampai ke hilir..??

Dari semua yang ditulis diatas,saya jadi ingat keterangan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hendrik Sinaga.

Hendrik mengatakan, tujuh parpol yang terlibat Migas pertambangan itu terdiri atas pihak Sekretariat Gabungan (Setgab), oposisi dan partai pendatang baru.

Selain fungsionaris dan kader parpol, pihak korporasi juga terlibat dengan cara berlindung di balik izin yang didapatkan dari parlemen atau parpol.Korporasi, baik nasional maupun trans nasional, mendapatkan proteksi politik untuk mengeksploitasi sumber daya alam dari tujuh parpol itu.

“Tujuh parpol itu adalah Golkar, Demokrat, NasDem, Gerindra, PKS, PAN, dan PDI-P. Sementara tiga parpol lainnya yaitu PPP, PKB dan Hanura juga terlibat, hanya keterlibatannya belum mendetail,” terangnya.

Golkar terlihat dari peran ketua umum partai tersebut yang secara langsung, terlibat dalam praktik politik penjarahan melalui bisnis tambang yang dikelola Bakrie Grup.

Sementara itu, keterlibatan Demokrat dan Gerindra terlihat dari izin tumpang tindih di Kutai Timur. Kasus ini pun berbuntut dengan digugatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ketua Dewan Pembina Demokrat, Pemda Kutai Timur dan Pemerintah Indonesia ke arbitrase Internasional Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat.

Kalau Nasdem, terlibat karena Surya Paloh punya saham sepuluh persen di Blok Cepu dan tambang emas di Banyuwangi. Gerindra juga terlibat karena adiknya Prabowo, Hasyim Djoyohadikusumo berbisnis di migas.
Lebih jauh, selain kasus sapi, PKS juga terlibat langsung dalam pemilihan Komisaris PT Newmont. Politisi PKS, Dzulkifli Mansah dipilih menjadi komisaris Newmont.
Sedangkan PAN terlibat karena peran ketua umumnya, Hatta Rajasa, yang telah malang melintang di bisnis migas sebelum menjadi menteri koordinator perekonomian. Keterlibatan PDIP sendiri melalui perizinan tambang yang diloloskan kepala daerah.

Kalau sudah seperti ini,bagaimana tidak seorang Antasari Azhar direkayasa kasusnya, mau membersihkan negara dari para mafia tapi disikat dari segala penjuru. Mafia dan Godfather berkolaborasi saling bahu membahu membungkam Antasari Azhar. [RioC/Muhammad/voa-islam]

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 22, 2016 inci Uncategorized

 

Kerajaan di Jawa pada Masa Turki Utsmani

 

raja-jawa

Pada tanggal 17 November 2013, Laman Ottoman History Picture Archives mengupload sebuah foto yang dikutip dari koran Turki lama yang menampilkan sosok para Bangsawan Kerajaan Jawa (Mataram) yang semasa dengan Sultan Abdul Hamid II.

Tertulis dalam keterangan foto berbahasa Turki:Jawa Amiri Hadhiri Urtaji Abdurrahman(berkemungkinan besar maksudnya adalah Raden Mas Murtejo, Hamengkubuwono VII yang memerintah Kesultanan Yogyakarta dari tahun 1877-1920).

Lalu di sebelahnya tertulis: Amirik Waziri Raden Hadi Fani Sasradiningrat. Tidak diketahui lebih lanjut, apakah foto ini diambil ketika sebuah kunjungan (Utusan Turki ke Yogya atau sebaliknya) ataukah dalam momentum lain. Tapi yang pasti, foto ini memberikan gambaran bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara Imperium Turki Utsmani dengan Kesultanan Yogyakarta.

Seperti diketahui, Sultan Abd-ul-Hamid II lahir pada tanggal 21 September 1842 dan wafat pada tanggal 10 Februari 1918, ia merupakan Sultan (Khalifah) ke-27 yang memerintah Daulah Khilafah Islamiyah Turki Utsmani yang menggantikan saudaranya Sultan Murad V pada 31 Agustus 1876.

Sepanjang pemerintahannya, Sultan Abdul Hamid II menghadapi berbagai dilema. Pada 1909 Sultan Abd-ul-Hamid II dicopot kekuasaannya melalui kudeta militer, sekaligus memaksanya untuk mengumumkan sistem pemerintahan perwakilan dan membentuk parlemen untuk yang kedua kalinya. Ia diasingkan ke Tesalonika, Yunani.

Selama Perang Dunia I, ia dipindahkan ke Istana Belarbe. Pada 10 Februari 1918, Abd-ul-Hamid II meninggal tanpa bisa menyaksikan runtuhnya institusi Negara Khilafah (1924), suatu peristiwa yang dihindari terjadi pada masa pemerintahannya. Ia digantikan oleh saudaranya Sultan Muhammad Reshad (Mehmed V) .

Selama periode pemerintahannya, Sultan Abd-ul-Hamid II menghadapi tantangan terberat yang pernah dijumpai kaum muslimin dan Kekaisaran Ottoman (Usmaniyah) saat itu:

  • Konspirasi dari negara-negara asing (seperti Perancis, Italia, Prusia, Rusia, dll) yang menghendaki hancurnya eksistensi Khilafah Usmaniyah.
  • Separatisme yang dihembuskan negara-negara Barat melalui ide nasionalisme, yang mengakibatkan negeri-negeri Balkan (seperti Bosnia Herzegovina, Kroasia, Kosovo, Bulgaria, Hongaria, Rumania, Albania, Yunani) melepaskan diri dari pangkuan Kekaisaran Ottoman. Begitu pula dengan lepasnya Mesir, Jazirah Arab (Hejaz dan Nejd) dan Libanon baik karena campur tangan negara asing ataupun gerakan dari dalam negeri. Akibatnya, di kawasan Balkan saat itu dikenal sebagai kawasan “Gentong Mesiu” karena konflik yang ada di kawasan itu dapat sewaktu waktu meledak terutama terlibatnya negara negara adikuasa masa itu (Kerajaan Ottoman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Inggris, Perancis, Kekaisaran Jerman dan Rusia. Konflik ini meledak saat Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Krisis di kawasan yang sekarang dikenal sebagai bekas Yugoslavia pada dekade 1990-an.
  • Perlawanan dari organisasi yang didukung negara-negara asing seperti organisasi Turki Fatat (Turki Muda), Ittihat ve Terakki (Persatuan dan Kemajuan).
  • Kekuatan Yahudi dan Freemasonry, yang menginginkan berdirinya komunitas Yahudi di Palestina.

Beberapa peristiwa pada zaman Sultan Abd-ul-Hamid II:

hamid

1840
Awal rencana pembuatan jalur kereta api yang membentang di Timur Tengah yang juga mencakup Jalur kereta api Hijaz yang menghubungkan antara Damaskus dengan Madinah yang juga direncanakan sampai ke Mekkah dan Jeddah. Jalur kereta api ini dibangun bertujuan untuk mempersatukan wilayah Kekaisaran (Kekhalifahan) Usmaniyah dengan sarana transportasi modern saat itu.

1876
Revolusi Bulgaria dengan bantuan Rusia gagal.
Serbia menyerang kaum muslimin dengan bantuan Rusia, kaum muslimin mengalahkan mereka, mengambil alih Bulgaria dan seluruh Serbia.

1877
Rusia dan Rumania dikalahkan setelah menyerang kaum muslim.
Rusia dan Hongaria mengambil alih Pleven, Bulgaria.
Rusia dikalahkan dan Tsar dibebaskan. Rusia telah kalah sebanyak 6 kali.

1878
Rusia mengambil alih Sofia, Pleven, dan Edrine di Turki.
Perjanjian damai dengan Rusia.
Bulgaria dan Serbia merdeka.
Edrine dan kawasan lain kembali kedalam wilayah Kekaisaran Usmaniyah.
Inggris mengambil alih Siprus.
Perjanjian Berlin, pihak Eropa membagi-bagikan tanah kaum muslimin.

1908
Jalur kereta api Hijaz yang menghubungkan antara Damaskus dengan Madinah dioperasikan. Rencananya, Jalur ini akan dihubungkan sampai Mekkah dan Jeddah. Namun karena keterbatasan dana dan sering adanya gangguan dari para pemuka suku setempat, jalur ini hanya dihubungkan sampai dengan Madinah. Keberadaan Jalur ini sangat mempermudah kelancaran jamaah haji dengan sarana transportasi modern saat itu. Berbeda dengan jalur di Timur Tengah lainnya seperti halnya Jalur kereta api Baghdad, Jalur kereta api ini dibangun tanpa bantuan dari luar negeri khususnya kekaisaran Jerman.

Sultan Abdul Hamid II: Pembela Palestina
Sejak zaman Kesultanan Turki Utsmani, bangsa Israel sudah berusaha tinggal di tanah Palestina. Kaum zionis itu menggunakan segala macam cara, intrik, maupun kekuatan uang dan politiknya untuk merebut tanah Palestina.

Di masa Sultan Abdul Hamid II, niat jahat kaum Yahudi itu begitu terasa. Kala itu, Palestina masih menjadi wilayah kekhalifahan Turki Utsmani. Sebagaimana dikisahkan dalam buku Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II karya Muhammad Harb, berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding Kesultanan Turki Utsmani, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan Abdul Hamid II, untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab Sultan dengan ucapan ”Pemerintan Utsmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diizinkan menetap di Palestina”. Mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, Bapak Yahudi Dunia sekaligus penggagas berdirinya Negara Yahudi, pada 1896 memberanikan diri menemui Sultan Abdul Hamid II sambil meminta izin mendirikan gedung di al-Quds. Permohonan itu dijawab sultan, ”Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.

Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Utsmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Zionis Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang penguasa kekhalifahan Islam tersebut. Di antara sogokan yang disodorkan Hertzl adalah: uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan; Membayar semua hutang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling; Membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta frank; Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan Membangun Universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Namu, kesemuanya ditolak Sultan. Sultan tetap teguh dengan pendiriannya untuk melindungi tanah Palestina dari kaum Yahudi. Bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, ”Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.”

Sultan juga mengatakan, ”Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan gerakan Zionismenya melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.

”Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid II dalam catatan hariannya
.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 18, 2016 inci Uncategorized

 

Belajar sejarah dengan fakta & benar bukan dengan intrik ala PKI.(2 -tamat)

Kekacauan Surakarta

Tampaknya sejak awal Kemerdekaan, PKI memang hendak merebut kekuasaan terhadap pemerintahan yang sah. Berbagai aksi adu-domba dilakukan PKI di wilayah Surakarta, Jawa Tengah. Pada saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-3, yang diwarnai dengan pasar malam di Sriwedari, tiba-tiba PKI membakar ruang pameran jawatan pertambangan. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 19 Agustus 1948 tersebut kemudian terbongkar, sebagai kamuflase/kedok dari recana makar yang dilakukan PKI dalam pemberontakan Madiun tanggal 18 September 1948. Aksi pembakaran di Sriwedari tersebut sebagai “pemanasan” untuk pembantaian di Madiun.

madiun

Pemberontakan PKI di Madiun

Inilah pengkhiatan PKI terhadap kedaulatan RI pada masa pasca Kemerdekaan RI. Pemberontakan yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 sampai saat ini berusaha ditutupi oleh orang-orang PKI. Padahal, fakta sejarah sudah membuktikan—di tengah upaya Republik Indonesia mempertahankan Kemerdekaan—PKI justru “membokong” dan mengkhianati perjuangan yang telah dilakukan. Dengan dalih kecewa atas perjanjian Renville, Amir Syarifuddin yang tersingkir posisi dari pemerintahan Presiden Soekarno kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR). Seperti diketahui, Kabinet Amir Syarifuddin kemudian digantikan oleh Kabinet Hatta yang memang antikomunis. FDR ini beranggotakan Partai Sosialis, PESINDO, Partai Buruh, PKI dan SOBSI.

Di Madiun PKI membantai ulama dan kyai yang antikomunis. Tujuan tujuan memproklamasikan Soviet Republik Indonesia, Madiun sempat jatuh di tangan PKI.

Dipimpin Kolonel Djokosujono dan Sumarsono tanggal 18 September 1948, PKI memproklamirkan Soviet Republik Indonesia. Sehari kemudian atau tanggal 19 September 1948, Muso membentuk pemerintahan baru, Pemerintah Front Nasional. Muso sejak kedatangannya dari Moskow memang berhasil mempengaruhi anggota-anggota TNI untuk bergabung. Disamping itu, Muso dengan liciknya mengadu-domba antar kesatuan di TNI.

Atas pemberontakan tersebut kemudian Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat pada tanggal 19 September 1948 dengan menyatakan : “Kemarin pagi PKI Muso mengadakan coup, mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun, dan mendirikan di sana satu Pemerintahan Soviet, di bawah pimpinan Muso. Bagimu pilih diantara dua. Iku Muso dengan PKInya yang akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia Merdeka, atau ikut Soekarno-Hatta, yang Isya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia kita, Indonesia yang merdeka, tidak dijajah Negara mana pun jua.” Selanjutnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyerukan : “Secepat mungkin menghancurkan kaum pemberontak.” Selain itu, Menteri Agama KH Masjkur yang juga tokoh Partai Masyumi menyatakan :”Perebutan kekuasaan oleh Muso di Madiun adalah bertentangan dengan agama dan adalah perbuatan yang hanya mungkin dijalankan oleh musuh Republik.”

Pemberontakan PKI Madiun ini berhasil dipadamkan. Madiun pun direbut kembali. Muso berhasil ditembak mati pada tanggal 30 Oktober 1948 jam 11.00 di Semanding Timur Ponorogo. Kemudian Djokosujono, Maruto Darusman, Sajogo dan gerombolannya ditangkap. Amir Sjarifuddin dan Suripno berhasil ditangkap dan dihukum mati.

Wajar apabila akhirnya gembong-gembong PKI dihukum mati. Selain melawan pada saat diminta menyerah, mereka pun telah melakukan kekejaman terhadap masyarakat. Sebagai contoh di Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, KH Soelaiman Zuhdi Affandi digelandang PKI secara keji. Sebelumnya di Pabrik Gula Gorang Gareng puluhan orang tawanan PKI dibunuh secara keji. Selanjutnya, bersama ratusan tawanan lain dibantai. Bahkan, KH Soelaiman Zuhdi Affandi dikubur hidup-hidup di sumur pembantaian Desa Soco pada saat mengambil air wudlu. Pada sumur tersebut ditemukan 108 kerangka jenazah. Kini korban keganasan PKI tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Madiun. Begitulah kalau PKI ingin berkuasa. Karena tidak mengenal Tuhan, maka pembantaian, mengubur manusia hidup-hidup dianggap sebagai cara yang halal.

Tapi, dengan segala kelicikannya, kemudian PKI mengatakan Pemberontakan Madiun karena diprovokasi Hatta. Sungguh ini pemutar-balikkan fakta terhadap tragedi berdarah yang sudah dilakukan. Persoalan kemudian Presiden Soekarno mengampuni tindakan makar dan tindakan separatis yang dilakukan PKI. Sehingga pada Pemilu pertama tahun 1955, PKI berhasil muncul sebagai kekuatan politik nomor 4 bersama PNI, Masyumi, dan Nahdlatul Ulama (NU).

Aksi Berdarah di Blora

Pasukan PKI menyerang Markas Kepolisian Distrik Ngawen, Kabupaten Blora pada 18 September 1948. Setidaknya 20 orang anggota polisi ditahan. Namun, ada tujuh polisi yang masih muda dipisahkan dari rekan-rekannya. Setelah datang perintah dari Komandan Pasukan PKI Blora, mereka dibantai pada tanggal 20 September 1948. Sementara tujuh polisi muda dieksekusi dengan cara keji. Ditelanjangi kemudian leher mereka dijepit dengan bambu. Dalam kondisi terluka parah, tujuh polisi dibuang ke dalam kakus/jamban (WC) dalam kondisi masih hidup, baru kemudian ditembak mati.

Membantai di Dungus

Setelah Madiun direbut kembali oleh TNI, kemudian PKI pada tanggal 30 September 1948 melarikan diri ke Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Dungus. Sebenarnya wilayah tersebut memang dipersiapkan sebagai basis pertahanan PKI. Dalam kondisi terdesak PKI akhirnya membantai hampir semua tawanannya dengan cara keji. Para korban ditemukan dengan kepala terpenggal dan luka tembak. Diantara para korban ada anggota TNI, polisi, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan ulama. Rangkaian pembunuhan oleh PKI masih dilanjutkan.

Pembantaian Massal di Tirtomoyo

Ini tragedi berdarah di Wonogiri, Jawa Tengah. Aksi yang dilakukan adalah dengan menculik lawan-lawan politiknya. Pejabat pemerintahan, TNI, polisi, dan wedana menjadi santapan empuk PKI. Di sebuah ruangan bekas laboratorium dan gudang dinamit di Tirtomoyo, PKI menyekap sedikitnya 212 orang—terdiri dari para pejabat dan masyarakat yang melawan partai berideologi Komunis tersebut. Aksi pembantaian dilakukan sejak tanggal 4 Oktober 1948. Satu-persatu dan juga bersama-sama, akhirnya 212 tawanan dibantai dengan keji.

Aksi PKI di Tanjung Priok

Pasca pemberontakan PKI Madiun dipadamkan, tidak serta merta kehidupan PKI berakhir di Indonesia. PKI masih tetap tumbuh dan menyelusup di seluruh pelosok Negeri. Wajar pemerintah tidak bisa membasmi habis PKI sampai ke akar-akarnya. Ini sebabkan, pemerintah RI dan TNI juga sedang berhadapan langsung dengan Kolonial Belanda yang tetap ingin menguasai Republik Indonesia.

Terbukti aksi kekerasan masih terus dilakukan. Pada tanggal 6 Agustus 1951 malam, Gerobolan Eteh (PKI) dengan kekuatan puluhan orang menggunakan senjata tajam dan senjata api melakukan aksi di Tanung Priok. Mereka menyerang Asrama Mobile Brigade Polisi dengan tujuan merebut senjata. Awal mulanya, seorang anggota Gerombolan Eteh seolah-olah ingin menjenguk rekannya di Markas. Namun, secara tiba-tiba anggota yang lain menyerang pos jaga asrama. Dalam aksi tersebut Gerombolan Eteh berhasil merampas 1 senjata bren, 7 karaben, dan 2 pistol.

Aksi Barisan Tani Indonesia (BTI) di Tanjung Morawa

betsi

Tindakan brutal dilakukan BTI dengan memprovokasi para petani di perkebunan tembakau di desa Perdamaian, Tanjung Morawa pada tanggal 16 Maret 1953. BTI adalah salah satu underbouw PKI yang memang menggarap petani sebagai pendudukung kekuatan massanya. Pada saat itu, Pemerintahan RI Karisedenan Sumatera Timur merencanakan membuat sawah percontohan, namun ditentang oleh para penggarap liar. Dengan dikawal pasukan polisi, lahan perkebunan tersebut terpaksa dibuldozer. Menentang rencana tersebut BTI mengerahkan massa untuk melakukan perlawanan kepada polisi dan aparat pemerintah.

DN Aidit Membangkitkan Kembali PKI

Di bawah tokoh-tokoh muda seperti DN Aidir, sejak tahun 1950 PKI melakukan konsolidasi kekuatan. PKI pun berhasil menyatukan kembali kekuatannya yang telah berserakan setelah Pemberontakan Madiun. Aksi yang terus dilakukan adalah menyebarkan pengaruhnya di berbagai kalangan dan institusi. Untuk menyusun kekuasaan politik, PKI menyusun metode perjuangan yang disebut dengan Metode

Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan (MKTBP)

Metode ini merupakan rumusan yang dilakukan pada Kongres Nasional V PKI pada tanggal 14 Maret 1954. Metode tersebut meliputi : Perjuangan Gerilya di Desa, Bekerja Intensif di Kalangan ABRI. Metode ini dilakukan secara tertutup. Sedangkan untuk menyusup ke ABRI dilakukan oleh Biro Khusus PKI.

Kisah tentang DN Aidit pun berlanjut. Sekretaris Jenderal Polit Biro CC PKI mengeluarkan Statemen Polit Biro CC PKI, yang intinya meminta agar Pemberontakan Madiun di peringati secara intern pada tanggal 13 September 1953. Dalam pernyataannya, secara licik PKI membantah Pemberontakan Madiun bukan dilakukan oleh PKI, tetapi akibat provokasi Pemerintah Hatta. Tindakan tegas pemerintah dilakukan kepada DN Aidit dengan mengadilinya pada 25 November 1954. Kemudian vonis dijatuhkan pada tanggal 25 Februari 1955 dan DN Aidit dinyatakan bersalah.

LEKRA Memberangus Lawan Seni dan Budayanya

PKI tidak hanya memfokuskan diri pada bidang politik untuk membangun kekuatannya. Para sastrawan, seniman dan budayawan juga direkrut. Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) memasukkan komunisme ke dalam seni dan sastra. Mempolitikkan budayawan dan mendiskreditkan lawan. Pada tanggal 22 sampai 25 Maret 1963, LEKRA menyelenggarakan Konferensi Nasional I Lembaga Sastra Indonesia di Medan. Konferensi tidak hanya membahas masuknya Komunisme di bidang sastra, juga menuntut dibentuknya Kabinet Gotong Royong yang memungkinkan masuknya tokoh-tokoh PKI di dalamnya.

Salah satu petinggi Lekra adalah Pramudya Ananta Toer. Pram juga dikenal sebagai Pemimpin Redaksi Lembar Kebudayaan Lentera dari koran Bintang Timur. Koran inilah yang menuding Hamka sebagai plagiator dengan berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Tekanan politik terhadap karya-karya non Komunis dilakukan oleh Lekra. Menghadapi gerakan Lekra para sastrawan seperti HB Jassin, Taufiq Ismail, Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Zaini, Bokor Hutasoit, Goenawan Mohammad, Bur Rasuanto, A Bastari Asnin, Soe Hok Djin (Arief Budiman), Ras Siregar, D.S. Moeljanto, Sjahwil, dam Djufri Tanissan merumuskan Manifes Kebudayaan untuk melawan Manifes Politik yang dikeluarkan Lekra. Tetapi, dengan kekuatan politik di tangan Presiden Soekarno pada saat itu (8 Mei 1964), Manifes Kebudayaan akhirnya dilarang melakukan aktivitas.

Hujatan-hujatan terhadap sastrawan Manifes Kebudayaan terus dilakukan. Penyair Chairil Anwar (pelopor Angkatan 45) juga digugat. Seperti dikatakan Sitor Situmorang, Chairil Anwar dinilai sudah tidak punya arti apa-apa. Chairil disebut sadar tidak sadar telah masuk ke dalam jaringan kontra revolusioner. Bahkan buku-buku karya sastra karya sastrawan di Manifes Kebudayaan dibakar oleh Lekra.

Serangan terhadap Pelajar Islam Indonesia di Kanigoro

PKI melalui Pemuda Rakyat (PR) dan Barisan Tani Indonesia (BTI) memang sungguh-sungguh tidak beradap. Training Pelajar Islam Indonesia di kecamatan Kras, Kediri tanggal 13 Januari 1965 diserang oleh PR dan BTN. Massa Komunis ini tidak hanya menyiksa, melakukan pelecehan seksual terhadap para pelajar Islam perempuan. Tidak hanya sampai di situ, massa PKI pun menginjak-injak Al-Quran. PKI memang tidak mengenal Tuhan. Mereka pun memiliki pertunjukan Ludruk dengan lakon ”Matinya Gusti Allah”.

Tragedi Bandar Betsi, Pematang Siantar

Sejarah ini menunjukkan PKI memang brutal. Mereka pada tanggal 14 Mei 1965 melakukan aksi sepihak yakni dengan menguasai secara tidak sah tanah-tanah miliki Negara. Pemuda Rakyat, BTI, dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) melakukan penanaman secara liar di areal lahan milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Karet IX Bandar Betsi. Sekitar 200 massa ikut serta dalam aksi tersebut. Pelda Sudjono yang sedang ditugaskan di perkebunan secara kebetulan menyaksikan perilaku anggota PKI tersebut. Sudjono pun memberi peringatan agar aksi dihentikan. Anggota PKI bukannya pergi, justru berbalik menyerang dan menyiksa Sudjono. Akibatnya Sudjono tewas dengan kondisi yang amat menyedihkan.

Kini salah seorang putra pembunuh Sudjono bernama Muchtar Pakpahan aktif di organisasi buruh SBSI dan kemudian mendirikan Partai Buruh dan mengikuti Pemilu 2009.

Pemberontakan PKI 30 September 1965

Sejarah berdarah kembali ditorehkan oleh PKI di Indonesia. Dengan menamakan diri Gerakan 30 September 1965, mereka menghabisi tujuh orang Letjen TNI A. Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M.T. Hardjono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen TNI D.I. Panjaitan, Brigjen TNI Soetodjo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean. Jenderal A.H. Nasution yang sudah masuk dalam daftar pembantaian ternyata bisa meloloskan diri. Hanya Ade Irma Nasution menjadi korban aksi keji pasukan PKI. Menjadi fakta sejarah, para korban keganasan PKI tersebut dilemparkan ke dalam sumur di Lubang Buaya. Sementara Mayjen Soeharto sebagai Pangkstrad tidak diperhitungkan oleh PKI, sehingga tidak ikut dihabisi.

Instruksi Letkol Untung (Komandan Gerakan 30 September 1965/PKI), pembantaian yang diawali dengan penculikan dilakukan oleh tiga kelompok pasukan yang diberi nama Pasukan Pasopati (dipimpin Lettu Dul Arief), Pringgondani (dipimpin Mayor Udara Sujono) dan Bima Sakti (dipimpin Kapten Suradi).

ABRI/TNI memang menjadi sasaran utama penyusupan PKI. Melalui Biro Khusus Central, PKI mempengaruhi anggota TNI agar berpihak kepada mereka. Biro Khusus ini di bawah kendali langsung DN Aidit. Oleh PKI, para anggota ABRI yang berhasil dijaring disebut sebagai “perwira-perwira yang berpikiran maju.” Mereka yang tercatat sebagai pendukung PKI antara lain : Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, Brigjen TNI Soepardjo, Kolonel Inf. A Latief, Letnan Kolonel Untung, Mayor KKO Pramuko Sudarmo, Letkol Laut Ranu Sunardi, Komodor Laut Soenardi, Letkol Udara Heru Atmodjo, Mayor Udara Sujono, Men/Pangau Laksdya Udara Omar Dhani, Brigjen Pol. Soetarto, Komisaris Besar Polisi Imam Supoyo, Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas Tanuamidjaja, dan lain-lain

Pembantaian terhadap petinggi militer yang oleh PKI dimaksudkan untuk merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno yang dikabarkan tengah menderita sakit. Namun, gerakan ini mengalami kegagalan total, karena tidak mendapat dukungan dari rakyat. Dalam buku Soekarno File (karya Antonie Dake) dan Kudeta 1 Oktober 1965 Sebuah Studi tentang Konspirasi (karya Victor M Fic) menyebutkan adanya dorongan dari Mao Tse Tung (Ketua Partai Komunis Cina) yang bertemu dengan DN Aidit tanggal 5 Agustus 1965, agar dilakukan pembunuhan terhadap Pimpinan TNI AD, karena Mao khawatir apabila Presiden Soekarno meninggal, maka kekuasaan akan beralih kepada TNI Angkatan Darat yang kontra terhadap PKI. Bahkan, kedua buku tersebut menyebutkan keterlibatan Presiden Soekarno dalam pemberontakan G 30 S PKI.

Sebelum G 30 S 65/PKI meletus, aksi teror dan kekerasan sudah mewarnai politik di Indonesia. PKI secara langsung dan organisasi-organisasi pendukungnya merasa di atas angin, sehingga mengebiri hak-hak hidup organisasi massa lain. PKI bahkan mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar HMI dibubarkan. PKI juga mengusulkan dibentuknya angkatan ke-5—yakni mempersenjatai Barisan Tani Nelayan dan Pemuda Rakyat dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia.

Situasi politik memang semakin memanas. Di depan apel kesiagaan Dwikora pada tanggal 2 April 1965, DN Aidit mengatakan, “Manipol harus dibela dengan senjata, Manipol tidak bisa dibela hanya dengan tangan kosong. Oleh sebab itu, latihan militer penting bagi orang-orang revolusioner manipolis dengan tujuan membela Manipol dengan senjata.”

Pada saat HUT PKI-45 tanggal 23 Mei 1965 di Stadion Utama Senayan, DN Aidit menyerukan massa PKI meningkatkan ofensif revolusioner sampai ke puncak. Seruan ini dirangkai pula dengan seruan pada tanggal 9 September 1965, “kita berjuang untuk sesuatu yang akan lahir. Kita kaum revolusioner adalah bagaikan bidan daripada bayi masyarakat baru itu. Sang bayi lahir, dan kita kaum revolusioner menjaga supaya lahirnya baik dan sang bayi cepat besar.” Seruan-seruan DN Aidit tentu saja menjadi pemompa bagi kader-kader PKI di banyak daerah untuk melakukan aksi sepihak.

aidit

Struktur Pimpinan PKI, September 1965

Ketua Comite Central : DN Aidit

Dewan Harian Politbiro (Lima Anggota) : DN Aidit, Lukman, Njoto, Sudisman, Oloan Hutapea

Politbiro :

Dua belas anggota penuh: DN Aidit, Lukman, Njoto, Sudisman, Oloan Hutapea, Sakirman, Njono, Mohammad Munir, Ruslan Wijayasastra, Jusuf Ajitorop, Asmu, Rewang,

Empat calon anggota : Peris Pardede, A. Sanusi, Sucipto Munandar, F. Runturambi

Panitera : Iskandar Subekti

Comite Central : 85 anggota

(Dikutip dari buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto halaman 209 karya John Roosa)

Sejarah G 30 S 1965/PKI sebenarnya sangat terang bagi Indonesia. Tetapi, setelah pada masa Reformasi terhitung sejak tahun 1998, anggota-anggota PKI yang sudah menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman penjara, melakukan ofensif memutarbalikkan fakta sejarah. Mereka juga melakukan pengkaderan dan menyusupkan kader-kadernya di banyak sektor pemerintahan. Selain itu, dibentuk pula organisasi-organisasi massa yang memperjuangkan dan menuntut hak-hak politik dan perdatanya.

Melalui buku-buku, film, tulisan-tulisan lepas di internet dan media massa cetak, pemutarbalikkan fakta sejarah dengan menempatkan diri sebagai ”korban” dilakukan. Tidak cuma itu, tuntutan melalui ranah hukum dan politik dilakukan. Namun, langkah-langkah tersebut selalu menemu kegagalan. Tetapi, mereka tidak pernah berhenti menyebarkan virus Komunisme untuk mempengaruhi Bangsa Indonesia.

PKI memang telah dibubarkan pada tanggal 12 Maret 1966. Tap MPRS XXV/1966 telah menjadi ketetapan hukum untuk melarang ajaran Marxisme, Leninisme dan Komunisme di Indonesia. Pada masa Reformasi telah disahkan pula Undang Undang No 27/1999 tentang Keamanan Negara yang memberikan sanksi pidana sampai hukuman 12 tahun penjara bagi orang dan organisasi massa yang berniat menggantikan ideologi Pancasila melalui segala macam bentuk kegiatannya.

Namun demikian disinyalir masih banyak yang berusaha menghidupkan idiologi terlarang itu dan oleh karenanya harus diwaspadai.

 

PENUTUP

Rangkaian perjalanan sejarah PKI sejak sebelum Kemerdekaan, setelah Kemerdekaan dan Reformasi tetap konsisten mengusung ideologi kekerasan. Ajaran dedengkot Komunis Internasional memang sudah dicangkokkan sebagai inspirasi para kader Komunis untuk merebut kekuasaan di mana pun mereka bisa tumbuh. Indonesia yang dikenal memiliki nilai-nilai keagamaan yang kukuh tentu saja tidak bisa menerima kehadiran paham Komunis dalam segala bentuknya. Itulah mengapa, Pancasila kemudian menjadi pilihan Negara dan Bangsa Indonesia, sebagai sebuah paham yang menjadi inspirasi dalam pembangunan Nasional—baik pembangunan spiritual maupun material.

Patut disayangkan memang, anak-anak Bangsa yang seharusnya bisa ikut berperan aktif dalam membangun karakter Bangsa, justru keblinger terhadap ajaran Marxisme, Leninisme, Maoisme, dengan menggunakan topeng kepalsuan, mengatakan memperjuangkan nasib rakyat. Padahal, sejarah Komunisme di dunia telah mencatat lebih dari 100.000.000 nyawa manusia hilang sia-sia, hanya demi perbedaan paham dan untuk mempertahankan kekuasaan.

Demokrasi dan Hak Asasi Manusia tidak mengenal adanya pembantaian terhadap nyawa manusia. Namun, untuk menyokong agar ideologinya bisa diterima masyarakat, para kader Komunis di mana pun bersedia melepas baju kekejamannya dan tampil sebagai seorang humanis sejati. Artinya, sebelum cita-cita merebut kekuasaan berhasil, Partai Komunis akan menggunakan atribut apa pun untuk melakukan penyamaran.

Dan, kini para kader Komunis sedang gencar-gencarnya mengubah sejarah kekejaman mereka menjadi sejarah penindasan terhadap diri mereka. Inilah upaya yang dilakukan untuk menarik simpati dengan menampilkan wajah humanisme. Padahal, telah menjadi fakta sejarah, PKI adalah pelaku kejahatan terhadap Bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sungguh-sungguh licik. Padahal, tokoh-tokoh elit PKI sendiri sudah mengakui, kalau PKI-lah yang berada di balik Gerakan 30 September 1965 sehingga menyebabkan pertumpahan darah anak-anak bangsa. Upaya menghapus jejak kekejaman PKI antara lain dilakukan dengan menghapuskan Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun dan menghilangkan kata PKI dari Gerakan 30 September 1965 di dalam buku pelajaran IPS/Sejarah Kurikulum 2004 dari tingkat SD sampai dengan SMA. Tetapi, cara licik kader Komunis terbongkar dan akhirnya Kejaksaan Agung pada bulan Mei 2007 melarang buku-buku tanpa menyebut PKI digunakan di sekolah dan harus dimusnahkan.

b66c7-ekonomsejati

Mohammad Hatta sudah mengingatkan ”kalau ada orang Komunis yang mengatakan ia percaya pada Tuhan, atau seorang Islam mengaku dirinya Marxis, maka ada yang tidak beres padanya.” Nah!!!!

Bahan Bacaan

Dipodisastro, Soemarno, 2007, Kesaksian Sukitman Penemu Lubang Buaya, Jakarta : Yayasan SukitmanHartisekar, Markonina dan Akrin Abadi. 2001, Mewaspadai Kuda Troyo Komunisme di Era Reformasi, Jakarta : Pustaka Sarana KajianIsmail, Taufiq, 2004, Katastrofi Mendunia Marxisma Leninisma Stalinisma Maoisma Narkoba, Jakarta : Yayasan Titik InfinitumMoeljanto DS dan Taufiq Ismail, 1994, Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Jakarta : Mizan dan Harian Umum RepublikaMansur Abubakar, 2008, Bunga Rampai Ex PKI, Komunis Gaya Baru-Ex PRD-PAPERNAS Memutar Balikkan Fakta Sejarah, Kediri : Gerakan Nasional PatriotPanduan Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya Jakarta, Pusat Sejarah TNIRoosa, John, 2008, Dalih Pembunuhan Massal, Jakarta : Hasta MitraZon, Fadli dan M Halwan Aliuddin, 2005, Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948, Jakarta : Komite Waspada Komunisme

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 18, 2016 inci Uncategorized

 
Sampingan

supir-bk

Sopir Bung Karno itu bernama Arif….

Pada tanggal tahun 1927, Bung Karno menulis di Soeloeh Indonesia dan berseru untuk menghentikan konflik antara kelompok Non Kooperasi (tidak mau bekerjasama dengan pemerintah hindia belanda) dan Ko (Kooperasi, mau bekerjasama dalam sistem kolonial dan masuk ke dalam Voolksrad). Bung Karno berkata : “Bukanlah sebuah soal bahwa kita harus terpecah, tapi soal dari segala soal adalah bagaimana kita bersatu”. Dari Bandung ke Batavia (sekarang Djakarta). Bung Karno mondar-mandir untuk menyatukan beberapa kelompok yang terlibat konflik. Anak muda berumur 26 tahun itu begitu mempesona banyak orang pergerakan yang sudah senior-senior dan Bung Karno berhasil menyatukan mereka. Jong Tjelebes, Kaum Betawi, Pasundan, Serikat Sumatera, Sarekat Madura, Perserikatan Tjelebes, Kelompok Tirtajasa (Banten) tunduk di bawah Bung Karno dan mereka menyatakan ‘Sukarno-lah pemimpin Indonesia’. Hal inilah yang membuat MH Thamrin terpesona. Jika ke Djakarta dipastikan Sukarno pasti ke rumah Thamrin di Gang Kenari dari sana dia diajak muter-muter oleh Thamrin ke tempat orang penting pergerakan untuk membangun jaringan koneksi perjuangan.

Tapi namanya orang pergerakan mana pernah Bung Karno pegang duit banyak, seperti kebanyakan arek Surabaya lainnya modal Bung Karno nekat dan kemauan yang keras. Nah, yang sering bantu jika muter-muter ke Jakarta ini adalah Arif yang bekerja sebagai sopir taksi. Dia mangkalnya di depan stasiun Gambir. Nah, Bung Karno ini kalau dari bandung naik kereta dan turun di Gambir, awalnya ia kebetulan saja berjumpa dengan Arif dan ia minta dianterin ke Gang Kenari, Keramat. Arif langsung bilang “Wah, Gang Kenari tempatnya Babe Thamrin?” Bung Karno menjawab dengan logat sunda “Betul..sekali”….sambil tertawa.

Bung Karno ini orangnya seneng ngobrol dan salah satu kepandaiannya adalah bercerita dan mengorek informasi tentang keadaan lawan bicaranya, ia senang dengan sejarah orang per orang yang dikenalnya dan akan selalu ingat sampai kapanpun, Bung Karno menanyakan keadaan arif dan latar belakangnya .

Setelah Bung Karno mendengar kondisi susah keluarganya Arif, Bung Karno menoleh ke Arief “Kamu tau” kata Bung Karno sambil tangannya nunjuk-nunjuk. “Kita ini dijajah dan mustinya, kamu orang ini tidak susah” Arif menjawab “Wah, kalo susah sih emang udah nasibnye kite-kite orang Bang” Arif di awal perkenalannya dengan Bung Karno selalu memanggil dengan sapaan ‘Bang’.

“Arif, sebuah bangsa diciptakan untuk jadi mandiri” kata Bung Karno. Arif nanya “Ape bise kita bang kayak orang belanda noh, terdidik dan makan enak di rumah gedongan” Bung Karno menjawab “Ya, bisa dan itu harus, arif…harus…kerna lu tau tanah ini milik kita” Kata Bung Karno dengan menggunakan dialek Betawi. Banyak orang yang mungkin tidak tau bahwa Bung Karno ini suka bicara dengan dialek Betawi, lu..lu ..gue..gue. “Milik kite pegimane Bang?”. Kata Arif bingung. “Ya milik kita kerna lu punya nenek moyang nyang babat tuh hutan, tapi nyang makan Belande Gile..” Kata Bung Karno berapi-api. Sampai di rumah MH Thamrin Bung Karno masih semangat aja ceritanya. Dan lebih dari lima tahun Bung Karno berlangganan taksi dengan si Arif ini.

Seperti yang diketahui salah satu karakter khas Bung Karno adalah dia nggak doyan pegang duit banyak. Ini kebiasaan dari muda. Di kepalanya cuman isinya gimana memerdekakan bangsanya, membuat bangsanya menjadi terhormat, hal-hal detil kayak uang mana pernah nyantel di otak Bung Karno. Arif udah ngerti kebiasaan Bung Karno kalo udah ngeraba-raba dompet mukanya rada pucet nah berarti Bung Karno lagi nggak pegang duit “Wah, Rif kayaknye gue kehabisan duit” kata Bung Karno. Arif ketawa dan bilang terus terang “Udah kagak usah dipikirin bang, yang penting saya bisa jemput abang besok pagi”. Arif merasa malu juga sama Bung Karno ini, sementara Bung Karno masih muda belia sudah sibuk ngurusin rakyatnya dan bertanggung jawab terhadap masa depan Bangsa Indonesia, ia masih enak-enakan cari rejeki buat makan. Arif seperti jutaan orang Indonesia lainnya mencintai Bung Karno tanpa reserve….

Akhir minggu Bung Karno dijemput Arif di Gambir. Dan seperti biasanya, Bung Karno selalu bercanda dan tertawa terus-terusan sepanjang perjalanan. Bung Karno senang bercerita banyak hal, mulai dari kelakuan belanda yang dikerjain sama dia sampai dengan lelucon-lelucon tentang teman-temannya, dan juga Bung Karno ngeledekin Arif dulu” Arif selalu kepingkel-pingkel kalau denger Bung Karno cerita. Nah, pada 1 Agustus 1933 Arif ke Gang Kenari jemput Bung Karno untuk dianter ke Lapangan Gambir. Tapi ia melihat rumah MH Thamrin lagi banyak orang, Arif ketemu salah seorang keluarga Thamrin dia nanya “Mana Bang Karno?” orang itu menyahut “Semalem rumah ini digerebek Polisi, Bung Karno ditahan kayaknye sih langsung dijeblosin ke penjare” kata orang itu. Si Arif langsung tersedak, ia menahan air matanya yang mau keluar. “Nggak nyangke si abang nih, kemaren masi becande-becande eh, nih pagi udah di penjare, gimana nasibnye ye” pikir si Arif.

Tiap pagi si Arif nyari koran untuk cari tau Bung Karno. Hari demi hari, bulan demi bulan, Arif mengikuti perkembangan Bung Karno. Ia sambangin tukang koran buat cari tau berita tentang sohibnya ini. Arif meneteskan air mata saat ia melihat foto Bung Karno sedang berjalan di tepi galangan kapal Surabaya untuk diberangkatkan ke Surabaya. “Saya sedih banget, si abang mau digelandang ke pulau luar Jawa, pegimane nasibnye” kenang Arif suatu saat.

Suatu saat tak lama setelah Djepang masuk dan Belanda kalang kabut meninggalkan Indonesia di satu malam . Tiba-tiba di depan pintu rumah Arif ada orang ngetuk akhir tahun 1942. “Rif..Rif…bangun lu” Si Arif bangun ngucek-ngucek mata dan ia terbelalak saat melihat Bung Karno di depannya. “Ha, Bang…si Abang dah balik” Si Arif nyiumin Tangan Bung Karno. “Rif, nih duit utang gue dulu..sama ini lu jadi sopir pribadi gue ya” kata Bung Karno dengan gayanya yang udah agak lain, maklum dia baru dibeliin jas sama Anwar Tjokroaminoto di Pasar Baru. Arif mengangguk. “Baik bang…ane entar ke tempat abang, dimane abang tinggal? masi di Bandung?” Bung Karno dengan nada gagah membalas “Pegangsaan dong Rif, rumah orang gedongan” kata Bung Karno sambil menepuk-nepuk pundak Arif. Dan Arif jadilah sopir Bung Karno.

Di Jaman Jepang bensin dibatesin, cuman si Arif nih nekat. Ia sering nyuri bensin dari perwira Djepang buat diisiin ke mobil Bung Karno, resikonya tentu mati kalo ketahuan. Tapi Arif kagak mau kalo Bung Karno susah mau ketemu-temu orang. Setelah merdeka Arif selalu ngikutin Bung Karno. Waktu awal-awal Indonesia merdeka Bung Karno kalo tidur selalu ngumpet di kolong tempat tidur, begitu juga Fatmawati dan Guntur. Bung Karno selalu berpindah-pindah rumah. Bung Karno ini salah satu sasaran target penculikan paling penting pasukan penjajah. Pernah suatu saat kamar Bung Karno kena berondong peluru nyasar. Arif yang bersihkan selongsong peluru itu. Ia tau Bung Karno sedang berjuang demi bangsanya, supaya anak cucu arief ke depan bisa menjadi orang makmur dan terhormat.

Waktu Bung Karno ke Yogya, Arif ikut. Saat Bung Karno ditangkep pasukan Van Langen Arif nangis sesenggukan di kap mobil Bung Karno. Arif sendiri yang jemput Bung Karno bulan Desember 1949 di Bandara Kemayoran saat jutaan rakyat Djakarta menyemut untuk menyambut Bung Karno dan Bung Karno berpidato dengan kebanggaan sebuah bangsa : “saudara-saudaraku tukang becak!, Saudara-saudaraku Tukang Sayur, Saudara-saudaraku Pegawai kecil….Kita sudah Merdeka!!…” dan Arif menangis, ia ingat anak muda yang dulu sering kehabisan uang, anak muda yang dulu berani menatap tembok penjara demi bangsanya. Berdiri dengan gagah bersama jutaan rakyat menjadi bangsa terhormat.

Arif ikut Bung Karno lama, selain Arif ada Saro’i. Arif biasanya nyetirin buat Bung Karno dan Saro’i untuk keluarga Bung Karno macem Guntur. Suatu saat Bung karno lagi duduk di beranda istana sambil baca buku. Arif dateng ia merasa tidak mampu lagi nyetir, “dah umur kata Arif” Bung Karno nanya “Rif, lu pensiun tapi lu mau apa?” biasalah cita-cita tertinggi orang Betawi dan merupakan kemuliaan hidup seorang muslim adalah naik haji. Arif bilang “Naik haji” Bung Karno langsung menjabat tangan Arif dan memerintahkan agar ia segera naik haji.

Jalan seorang Pahlawan bukanlah jalan yang sunyi, bukan jalan yang senyap ia jalan yang ramai, yang didukung banyak orang yang mencintai sang Pahlawan. Arif adalah salah satu gambaran bagaimana seorang pemimpin tidak pernah melupakan jasa seseorang, walaupun dia orang kecil. Dan Bung Karno selalu menempatkan orang pada kemanusiaannya pada posisi yang terhormat. Itulah manusia yang berjiwa besar. Dari Bung Karno kita banyak belajar…

Arif- Sopir Bung Karno itu !!!

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 18, 2016 inci Uncategorized

 

Belajar sejarah dengan fakta & benar bukan dengan intrik ala PKI.

SKETSA BANJIR DARAH ALA PKI Serigala Berbulu Domba

”Kalau ada orang Komunis yang mengatakan ia percaya pada Tuhan, atau seorang Islam mengaku dirinya Marxis, maka ada yang tidak beres padanya”

(Mohammad Hatta, mantan Perdana Menteri RI yang juga mendalami Marxisme bersama Soekarno)

SKETSA BANJIR DARAH ALA PKI

Serigala Berbulu Domba

(Sketsa Banjir Darah ala Partai Komunis Indonesia)

Penulis:Bakarudin

 

“Sejak awal Kemerdekaan, PKI telah melakukan serangkaian pembantaian di banyak wilayah RI. Mereka tidak segan membunuh untuk merebut kekuasaan. Bukti-bukti otentik kekejaman PKI sesungguhnya sudah tidak terbantahkan. Inilah sejarah kelam Komunisme di Indonesia”

Jakarta, Desember 2012

Sekapur Sirih

Perjalanan sejarah ideologi Komunis di dunia telah membuktikan selalu melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Ideologi yang dikembangak Karl Mark, Lenin, Stalin, Mao, telah membanjiri jagat raya dengan darah. Buku Katastrofi Mendunia, Marxisma, Leninisma Stalinisma Maoisma Narkoba yang ditulis Taufiq Ismail, menyebutkan setidaknya 100 juta orang lebih dibantai termasuk di Indonesia oleh rejim Komunis dan orang-orang Partai Komunis di Dunia. Ideologi Komunis selalu pada intinya anti Hak Asasi Manusia, anti Demokrasi, dan anti Tuhan. Sebab itu, menjadi ironi apabila masih banyak ”orang dan kelompok masyarakat” masih menginginkan paham Komunis berkembang di Indonesia.

Partai Komunis Indonesia (PKI) memang sudah dibubarkan pada tanggal 12 Maret 1966, namun benarkah PKI sudah mati? Pada masa reformasi pada kenyataannya, para kader PKI dan para simpatisannya berusaha keras memutar-balikan fakta atas segala pelanggaran Hak Asasi Manusia yang telah dilakukan sepanjang sejarahnya di Indonesia. Dengan dalih ”meluruskan sejarah” mereka membanjiri toko-tokoh buku dengan berbagai jenis buku untuk memutarbalikkan fakta sejarah. Tidak hanya itu, para penggiat Komunisme melakukan provokasi melalui media massa cetak, stasiun televisi, internet, film, musik, diskusi-diskusi, tuntutan hukum, politik, dan selebaran-selebaran—yang pada intinya menempatkan orang-orang PKI dan organisasi sayapnya seperti Gerwani, Pemuda Rakyat, LEKRA, CGMNI, BTI, SOBSI, dan lain-lain, sebagai korban. Padahal, sangat jelas sejak berdiri di Indonesia, Partai Komunis Indonesia telah ”membokong” perjuangan Bangsa Indonesia dalam menegakkan Kemerdekaan, Kedaulatan, Kesejahteraan, dan Keadilan Sosial di Republik Indonesia.

Berkat perlindungan Tuhan Yang Esa dan landasan idiil Pancasila serta UUD 1945, paham Komunis beserta Partai Komunis Indonesia telah gagal total dalam mencengkeramkan kekuasaannya. Tetapi, pada kenyataanya pula perjuangan orang-orang Komunis dan kini beserta kader-kader mudanya, terus-menerus menggerogoti kedamaian Bangsa Indonesia—mengadu-domba, memutarbalikkan fakta sejarah, melakukan instabilitas sosial—dengan berlindung di balik perjuangan Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Padahal, paham Komunis adalah anti Hak Asasi Manusia, anti Demokrasi, dan anti Tuhan. Mereka selalu berdusta, manipulatif dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Tulisan ini berjudul Serigala Berbulu Domba (Sketsa Banjir Darah ala Partai Komunis Indonesia) ini, memang tidak menulis secara panjang lebar mengenai sejarah dan kekejaman komunis di Indonesia. Buku ini hanya menuliskan secara singkat adanya fakta-fakta sejarah atraksi berdarah orang-orang Komunis beserta PKI dalam mencapai tujuan: Kekuasaan. Dengan demikian, kita Bangsa Indonesia yang mengenal adanya Tuhan dan menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup dan UUD 1945 sebagai dasar Negara, sudah selayaknya tidak menerima paham Komunis dalam segala bentuknya dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Nah, semoga tulisan ini bermanfaat untuk kepentingan Bangsa dan Negara yang kita cintai ini: Republik Indonesia.

Serigala Berbulu Domba

(Sketsa Banjir Darah ala Partai Komunis Indonesia)

Kata-kata Mutiara

”Kalau ada orang Komunis yang mengatakan ia percaya pada Tuhan, atau seorang Islam mengaku dirinya Marxis, maka ada yang tidak beres padanya”

(Mohammad Hatta, mantan Perdana Menteri RI yang juga mendalami Marxisme bersama Soekarno)

***********************

”Kalau anak muda baca Manifesto Komunis, belajar Marxisme-Leninisme, lantas tak tertarik, maka dia anak muda yang bebal. Tapi, kalau sudah mendalami Marxisme-Leninisme, sampai tua masih tetap komunis, maka dia sangat bebal”

(Sajuti Melik, Suami SK Trimurti yang juga mempelajari Marxisme)

*************************************

”Saya tak bisa menjadi anggota PKI (lagi). Saya tidak dapat menerima keseluruhannya, khususnya pandangan falsafahnya yang didasarkan atas paham materialisme”

(SK Trimurti, mantan anggota PKI dan Menteri pada masa Orde Lama)

****************************************

”Persoalan ideologi Komunis juga tidak semata-mata persoalan politik dan hukum, tetapi juga menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. Karena, ideologi Komunis tidak mengakui adanya Tuhan, maka ajaran Komunis dalam segala bentuknya tidak pantas hidup di Indonesia. Siapa pun dan generasi muda hendaknya jangan sampai terjerat oleh bujuk rayu orang-orang Komunis.”

(H. Sukitman, polisi penemu Lubang Buaya dan saksi kebiadaban orang-orang PKI, Gerwani, Pemuda Rakyat dalam membantai para Jenderal di Lubang Buaya)

lb

Serigala Berbulu Domba

Peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI merupakan tragedi politik dan kemanusiaan di Indonesia. Dan, perjalanan sejarah telah membuktikan, ideologi Komunis yang diusung oleh Partai Komunis Indonesia, selalu menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Mereka tidak akan berhenti melakukan kekacauan sebelum puncak kekuasaan direbut. Sebab itu, setiap komponen Bangsa dan generasi muda harus selalu mengingat pergerakan Komunis tidak akan sirna dari Indonesia.

Pada saat krisis multidimensional yang tengah melanda Indonesia, di mana kondisi perekonomian masyarakat melorot dan pengangguran meningkat, Komunis akan berusaha keras mencengkeramkan pengaruhnya—dengan dalih kesejahteraan dan keadilan sosial—dan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan tindakan anarkisme.

Seluruh saluran komunikasi sosial, seperti media massa, seni-budaya, sastra, film, musik, buku-buku, dialog-dialog, dan lain-lain, dimanfaatkan oleh para juru kampanye Komunis Gaya Baru, untuk mendapat simpati seluas-luasnya. Mereka menuduh Soeharto dan perpecahan di tubuh TNI AD yang berada di balik G. 30 S PKI. Sungguh, kampanye tersebut merupakan pengingkaran terhadap fakta sejarah.

Pada saat ini, dengan dalih demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) para kader PKI dan simpatisannya tengah berusaha keras memperjuangkan hak-hak perdatanya kepada pemerintah. Dengan tujuan utama, agar mereka ditempatkan sebagai korban bukan sebagai pelaku kejahatan politik. Dengan cara memutarbalikkan fakta dan membuat versi-versi baru berdasarkan rekayasa sebagai korban dan saksi sejarah. Selain mengacaukan fakta sejarah yang sesungguhnya, cara-cara demikian dimaksudkan untuk mendapatkan simpati publik sekaligus mengubah paradigma kesesatan Komunisme menjadi kebenaran Komunisme. Fakta kekejaman PKI disulap menjadi kekejaman TNI dan orang-orang Islam. Mereka secara intensif mensosialisosialisasikan kampanye hitam tersebut melalui media massa cetak, internet, buku-buku, dan selebaran-selebaran yang memprovokasi masyarakat.

Pada saat ini, upaya menyembunyikan fakta sejarah, menyangkut kekejaman PKI terutama pemberontakan Madiun 1948 dan G 30 S PKI terus dilakukan. Sebut saja, misalnya, tempat penguburan hidup-hidup Lubang Buaya dibantah. G 30 S PKI adalah akibat konflik internal TNA AD. Mereka juga gencar mensosialisasikan Soeharto sebagai dalang di balik G 30 S PKI dan dalang pembantaian massal. Sungguh hal tersebut sebagai sebuah fitnah yang keji. Karena, dalang pembantaian tersebut adalah PKI yang memang sudah berhasil menyusupkan kader-kadernya di berbagai bidang pemerintahan, baik di tubuh militer, instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Para kader Komunis memang tidak segan-segan melakukan sosialisasi dengan individu dan kelompok masyarakat yang belum dapat menggapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Mereka seolah memperjuangkan hak-hak rakyat, buruh, tani, nelayan dan mempengaruhi mahasiswa bahkan pelajar untuk melakukan demonstrasi. Padahal di balik ”perjuangan kemanusiaan” itu, para kader Komunis melakukan ”cuci otak” dengan mengajarkan Komunisme. Tanpa terasa indoktrinasi ideologi Komunis ditanamkan. Bagi mereka yang tidak menyadari, kemudian ”keblinger” dan ikut-ikut menjadi corong berkumandangnya Komunisme di Indonesia.

Para kader Komunis memang bagai ”serigala berbulu domba”. Mereka seolah-oleh menjadi teman, saudara, satu nasib dan satu perjuangan, namun dibalik itu semua mereka akan menerkam setiap orang: baik teman maupun lawan untuk satu kepentingan : Kekuasaan dengan Ideologi Komunis.

Penyusupan Menjadi Pola Perjuangan

Komunis mulai dikenal di Indonesia diawali dengan terbentuknya Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) atau Perserikatan Sosial Demokrat Hindia. Organisasi ini didirikan pada 9 Mei 1914 di Surabaya oleh Hendrickus Josephus Franciscus Marie Sneevliet alias Maring dan dibantu Adolf Baars. Sebagai penganut paham Komunis, Maring paham betul bagaimana mengembangkan dengan cara melakukan infiltrasi terhadap organisasi yang didirikan pribumi. Salah satunya infeltrasi ke Sarekat Islam (SI).

Adalah Semaoen yang menjadi kaki tangan ISDV dan melakukan penyusupan. Akibatnya SI kemudian terbelah menjadi SI ”Merah” pimpinan Semaoen dan SI ”Putih” pimpinan HOS Tjokroaminoto. Tanggal 23 Mei 1920, Semaoen mengumumkan manifesto berdirinya Perserikatan Komunsi Hindia di kantor SI Semarang. Organisasi inilah yang menjadi cikal-bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI pun bergabung dengan partai Komintern (Komunis Internasional). Garis politik yang dianut berdasarkan ajaran Lenin. Yakni : Harus menggunakan petty bourgeoisie dan Menggunakan aspirasi nasional rakyat terjajah (Fadlizon dan H. Alwan Aliuddin dalam Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948, halaman 6)

Sebagai kepanjangan tangan ISDV, PKI disetujui bekerja di dalam kalangan SI, yang disebut sebagai organisasi proletar berbaju Islam. Dijelaskan pula, revolusi Asia berdasarkan ”borjuis demokratik” dengan aksi landreform yang mencita-citakan tanah untuk petani penggarap tanah. Artinya, tanah-tanah yang dikuasai para ”tuan tanah” harus direbut secara paksa.

Yang menarik—dan kini digembar-gemborkan oleh kader-kader Komunis, bahwa PKI juga pernah melakukan perlawanan terhadap Belanda 1926-1927. Pemberontakan di Jawa (Priangan, Solo, Banyumas, Pekalongan, Kedu, Kediri dan Banten) dan Sumatera (Padang, Silungkang dan Padang Panjang), pada kenyataan justru menimbulkan korban pada rakyat. Pemberontakan ini dapat dengan mudah diluluhlantakkan Belanda. Akibatnya, 9 orang digantung, 13.000 orang ditahan dan kemudian sebagian diasingkan di Tanah Merah, Digul.

Pada tahun 1927, PKI Sumatera Barat terlambat memberontak. PKI sendiri memprovokasi kaum tani yang muslimin. Mereka memang menjadi korban kekejaman Belanda karena harus membayar pajak yang terlampau tinggi. Dari pemberontakan, PKI memang melakukan tipu-muslihat dengan mengeksploitir penderitaan para petani. Sesungguhnya PKI hanya mengumpankan kepada Belanda. Orang-orang PKI mengatakan, apabila memberontak, akan datang kapal terbang Angkatan Udara Turki ditugaskan oleh Kemal Ataturk membantu pemberontakan (Brackman, seperti dikutip Taufiq Ismail dalam Katastrofi Mendunia…., halaman xxvi).

Fakta sejarah itulah yang menjadi catatan penting dalam kancah sejarah Indonesia sebelum Kemerdekaan 17 Agustus 1945 diproklamasikan. Ketika banyak organisasi dan para pejuang kemerdekaan mulai mengumandangkan perang dan upaya mempersatukan perlawanan terhadap Belanda, PKI tidak ikut serta di dalamnya. Jadi, tidak alasan dan fakta sejarah, yang bisa menempatkan PKI sebagai organisasi dan kader-kader pada jajaran heroisme perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Tetapi, setelah Kemerdekaan mendapat dukungan rakyat, beberapa kader PKI dari luar negeri kembali. Sebut saja Sardjono dari Australia dan Alimin dari Cina. Mereka kemudian melakukan penyusupan ke Partai Sosialis Indonesia dan Partai Buruh. Mereka pun membangun organisasi dan mendidik kader-kadernya sebagai kader yang memiliki militansi tinggi.

Pengkhiatan demi pengkhiatan pun dilakukan. PKI tidak peduli dengan perjuangan Bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda. Kekejaman PKI terukir dengan nyata, ketika ”membokong” Kemerdekaan RI dengan melakukan pemberontakan PKI/FDR di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan yang disertai dengan pembunuhan keji ini dipimpin Muso, yang baru kembali dari Moskow. FDR didirikan oleh Amir Syarifuddin, yang beroposisi dari Kabinet Mohammad Hatta. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh setelah adanya Perjanjian Renville. Seperti diketahui Kabinet Hatta adalah kabinet anti Komunis dan berhasil mencegah penyusupan kader-kader PKI di tubuh militer dengan cara melakukan reorganisasi Angkatan Perang Republik Indonesia.

Penyusupan memang menjadi pola gerakan PKI. Setelah melakukan penyusupan dan memiliki kader yang handal, PKI pun melakukan pemberontakan berdarah. Itulah sebabnya, mengapai ada tokoh-tokoh PKI dari kalangan Islam, militer, guru, buruh, tani, nelayan, mahasiswa, dan lain-lain. Para seniman, sastrawan, dan budayawan dengan alasan kebebasan berkreasi dicekoki ajaran Komunis.

Kekuasaan Komunis Membantai Lebih Dari 120 Juta Jiwa Manusia

Kekerasan menjadi ciri khas dalam pelaksanaan rejim Komunis di dunia. Rejim Komunis yang anti Tuhan menggunakan segala cara untuk menumbangkan lawan-lawan politiknya. Simak saja apa yang dikatakan Karl Marx (1818-1883), bila waktu tiba kita tidak akan menutup-nutupi terorisme kita. Kami tidak punya belas kasihan dan kami tidak meminta dari siapa pun rasa belas kasihan. Bila waktunya tiba, kami tidak mencari-cari alasan untuk melaksanakan teror. Cuma ada satu cara untuk memperpendek rasa ngeri mati musuh-musuh itu, dan cara itu adalah teror revolusioner.

Tidak kalah ketinggalan dengan Karl Marx, Vladimir Ilich Ullyan Lenin tahun 1870-1924 yang mengatakan, saya suka mendengarkan musik yang merdu, tapi di tengah-tengah revolusi sekarang ini yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah. Dan tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang tinggal ¼ itu Komunis. Untuk melaksanakan Komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang.

Copy paste ajaran Marxisme, Leninisme, Maoisme, dan Komunisme yang gemar memainkan peran sebagai algojo, diusung secara utuh oleh kader-kader Komunis di Indonesia. Gubernur Jawa Timur, Soerjo, yang memiliki peran penting di dalam kancah perang Kemerdekaan di Surabaya, dibantai habis. Kekejaman PKI yang berhasil direkam oleh Maksum, Sunyoto, Agus dan Zainuddin A dalam buku Lubang-lubang Pembantaian Petualangan PKI di Madiun, mengungkapkan, dubur warga Desa Pati dan Wirosari ditusuk bambu runcing dan mayat mereka ditancapkan di tengah-tengah sawah hingga mereka kelihatan seperti pengusir burung pemakan padi. Salah seorang diantaranya wanita—ditusuk kemaluannya sampai tembus ke perut, juga ditancamkan di tengah sawah. Algojo PKI merentangkan tangga membelintang sumur, kemudian Bupati Magetan dibaringkan di atasnya. Ketika telentang terikat itu, algojo menggergaji badannya sampai putus dua, langsung dijatuhkan ke dalam sumur.

Lubang-lubang pembantaian memang menjadi ciri khas pembunuhan massal oleh PKI. Lubang Buaya adalah bukti otentik aksi kejam PKI dengan Gerakan 30 September 1965. Tidak tanggung-tanggung tujuh orang jenderal (Letjen TNI A. Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M.T. Hardjono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen TNI D.I. Panjaitan, Brigjen TNI Soetodjo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean), dimasukkan ke dalam sumur. Para Gerwani dan Pemuda Rakyat bersorak dan bergembiraria melihat para Jenderal dimasukkan ke dalam sumur di Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Lubang-lubang lain di banyak daerah di Jawa juga sudah disiapkan oleh para kader PKI. Daftar nama lawan-lawan politik sudah disusun untuk segera dieksekusi, karena tidak satu paham dengan aliran politik PKI. Namun, kegagalan Pemberontakan G 30 S 1965/PKI menyebabkan Dewan Revolusi tidak bisa menindaklanjuti aksi berdarah yang sudah dilakukan di Jakarta.

Kini, para anggota PKI, anggota-anggota organisasi sayapnya beramai-ramai membersihkan diri dengan pengakuan-pengakuan palsu : seperti tertera pada buku ”Suara Perempuan Korban Tragedi ’65” yang ditulis Ita F. Nadia dan diterbitkan Galang Press—sebuah penerbit di Yogyakarta. Padahal, bau anyir darah begitu melekat dalam aksi-aksi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh PKI. Para penulis asing pun ikut hiruk-pikuk mencuci ”piring kotor” PKI dengan memanfaatkan bahan-bahan dan pengakuan-pengakuan sepihak dari orang-orang PKI. Apakah mereka telah terbeli oleh organisasi Komunis Internasional atau telah menjadi kaki tangan kekuatan asing yang ingin menghancurkan kembali Republik Indonesia?

Inilah pembantaian yang sudah ditorehkan oleh penguasa Komunis di belahan dunia lain. Setidaknya terdapat 100 juta lebih nyawa yang dibantai. Sebuah jumlah yang melebihi jumlah korban Perang Dunia I dan II. Banjir darah dan banjir darah menjadi ciri khas kekuasaan Komunis di dunia.

500.000 rakyat Rusia dibantai Lenin (1917-1923)

6.000.000 petani Kulak Rusia dibantai Stalin (1929)

40.000.000 dibantai Stalin (1925-1953)

50.000.000 penduduk Rakyat Cina dibantai Mao Tsetung (1974-1976)

2.500.000 rakyat Kamboja dibantai Pol Pot (1975-1979)

1.000.000 rakyat Eropa Timur diberbagai Negara dibantai rejim Komunis setempat dibantu Rusia Soviet (1950-1980)

150.000 rakyat Amerika Latin dibantai rejim Komunis di sana.

1.700.000 rakyat berbagai Negara di Afrika dibantai rejim Komunis.

1.500.000 rakyat Afganistan dibantai Najibullah (1978-1987)

(DIKUTIP DARI BUKU KATASTROFI MENDUNIA KARYA TAUFIQ ISMAIL, TAHUN 2004)

Akankah Komunisme dibiarkan melakukan penyusupan dalam sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan? Ingat, Partai Komunis Indonesia dibubarkan pada tanggal 12 Maret 1966. Melalui Ketetapan MPRS XXV Tahun 1966 ajaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme dilarang di Indonesia. Kemudian Undang-undang No 27 Tahun 1999 tentang Keamanan Negara mengukuhkan larangan bagi siapa pun untuk menyebarkan Komunisme dalam segala bentuknya dengan sanksi pidana seberat-beratnya 12 tahun kurungan penjara. Sesungguhnya sanksi hukum tersebut terbilang ringan. Di AS para pemberantok tidak hanya dikurung di dalam penjara, bahkan harus diasingkan dari kehidupan sosial kemasyarakatan.

Menurut Prof. Dr. Moh. Noor Syam, guru besar Universitas Negeri Malang, gerakan menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi Komunisme bisa digolongkan sebagai bentuk separatisme. Sehingga, hukum harus ditegakkan kepada mereka dengan hukuman yang setimpal. Artinya, penegak hukum, pemerintah dan Negara harus tegas menjaga Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.

Tragedi-tragedi Berdarah Itu…

Sudah menjadi ideologi, paham Komunis selalu menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan. Pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa yang dilarang oleh agama apa pun di dunia, justru menjadi pola perjuangan orang-orang Komunis di dunia termasuk di Indonesia. Inilah bukti aksi berdarah yang dilakukan Komunis di Indonesia.

Peristiwa Tiga Daerah

Peristiwa ini setidaknya terjadi dari tanggal 8 Oktober – 9 November 1945. Peristiwa ini terjadi di tengah upaya Bangsa Indonesia mempertahankan Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejarah mencatat, kelompok Komunis bawah tanah mulai berubah menjadi organisasi massa dan pemuda. Sebut saja Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI). Mereka mulai melakukan aksi penggantian pejabat pemerintah di tiga (3) kabupaten : Karisidenan Pekalongan yang meliputi Brebes, Tegal dan Pemalang.

Pada tanggal 8 Oktober 1945, AMRI Slawi di bawah pimpinan Sakirman dan AMRI Talang dipimpin Kutil melakukan teror dengan menangkapi dan membunuh pejabat pemerintah. Aksi sepihak dilanjutkan pada tanggal 4 November 1945, pasukan AMRI menyerbu kota Tegal—yakni kantor kabupaten dan Markas TKR. Aksi ini gagal. Namun, tokoh-tokoh Komunis membentuk Gabungan Badan Perjuangan Tiga Daerah untuk perebutan kekuasaan di Karisidenan Pekalongan.

Aksi Gerombolan Ce’Mamat di Banten

Tokoh Komunis ini bernama Ce’Mamat. Dia terpilih menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI). Ce’Mamat merencanakan menyusun pemerintahan model Uni Soviet. Dibentuklah Dewan Pemerintahan Rakyat Serang (DPRS) pada tanggal 17 Oktober 1945. Selanjutnya merebut pemerintahan Karisidenan Banten. Dengan menggunakan kekuatan laskar-laskarnya, teror pun dilakukan. Gerombolan Ce’Mamat berhasil menculik dan membunuh Bupati Lebak R. Hardiwinangun di Jembatan Sungai Cimancak pada tanggal 9 Desember 1945.

Pasukan Ubel-ubel Membunuh Oto Iskandar Dinata

Satu lagi bukti kekejaman Komunis di Indonesia. Peristiwa ini bermula pada tanggal 18 Oktober 1945, Badan Direktorium Dewan Pusat yang dipimpin Ahmad Khairun didampingi tokoh-tokoh bawah tanah Komunis, mengambil alih kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia di Tangerang dari Bupati Agus Padmanegara. Tidak hanya sampai di situ. Dewan ini pun membentuk laskar-laskar dengan nama Ubel-ubel. Aksi kekerasan dan teror dilakukan. Puncaknya pada tanggal 12 Desember 1945, Laskar Hitam dibawah pimpinan Usman di daerah Mauk, membunuh tokoh nasional Oto Iskandar Dinata.

Pemberontakan PKI di Cirebon

PKI di bawah pimpinan Mr. Yoesoef dan Mr. Soeprapto mengadakan konferensi Laskar Merah. Sekitar 3000 anggota Laskar Merah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur hadir di Cirebon pada tanggal 12 Februari 1946. Rupanya konferensi hanyalah kedok untuk merebut kekuasaan. Karena, pada kenyataannya Laskar Merah justru melucuti TRI, menguasai gedung-gedung vital seperti stasiun radio dan pelabuhan. Namun, pada tanggal 14 Februari 1946, aksi sepihak Laskar Merah tersebut berhasil digagalkan kembali oleh TRI. Kota Cirebon pun berhasil dikuasai kembali oleh TRI.

Revolusi Sosial di Langkat

Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 ternyata tidak sepenuhnya bisa diterima oleh sejumlah kerajaan di Sumatera Timur. Kondisi tersebut dimanfaat oleh PKI untuk melakukan aksi sepihak. Inilah yang menimpa Istana Sultan Langkat Darul Aman di Tanjung Pura. Pada tanggal 3 Maret 1946 terjadi Revolusi Sosial yang dilakukan PKI di Langkat. Secara paksa PKI merebut kekuasaan para pemerintahan kerajaan bahkan membunuh raja-raja dan keluarganya. Tidak hanya membunuh, PKI pun merampas harta benda milik kerajaan. Pada tanggal 9 Maret 1946, PKI dibawah pimpinan Usman Parinduri dan Marwan menyerang Istana Sultan Langkat Darul Aman di Tanjung Pura.

Pemogokan Buruh SARBUPRI di Delanggu, Klaten

Menggerogoti wibawa pemerintah yang sah adalah sebuah sistem pergerakan yang selalu dilakukan PKI. Sekitar 1.500 pekerja pabrik karung goni dari tujuh perusahaan perkebunan miliki Pemerintah di Delanggu, Klaten melakukan pemogokan pada tanggal 23 Juni 1948. Mereka yang tergabung di dalam Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia (SARBUPRI)—organisasi buruh PKI—menuntut kenaikan upah. Tuntutan yang sangat tidak masuk akal, mengingat Republik Indonesia baru saja berdiri. Sementara Belanda masih terus-menerus merongrong Kemerdekaan RI dengan kekuatan senjata maupun diplomasi Internasionalnya. Aksi ini akhirnya berakhir pada tanggal 18 Juli 1948 setelah partai-partai politik mengeluarkan pernyataan menyetujui Progam Nasional.

(Bersambung)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 18, 2016 inci Uncategorized