RSS

Alasan PANCASILA Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (1)

08 Jun

Amanat Bung Karno di Depan Kongres Rakyat Jawa Timur
Tanggal 24 September 1955  Di Surabaya


Saudara -saudaraku sekalian,
Saya adalah orang Islam, dan saya adalah keluarga Negara Republik Indonesia.
Sebagai orang Islam saya menyampaikan salam Islam kepada Saudara-saudara sekalian: Assalamu ‘alaikum wr. wb!
Sebagai warga negara Republik Indonesia saya menyampaikan kepada Saudara-saudara sekalian — baik yang beragama Islam, baik yang beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain — kepada Saudara­saudara sekalian saya menyampaikan salam nasional: “Merdeka!”
Tahukah Saudara-saudara arti perkataan “salam” sebagai bagian dari perkataan assalamu ‘alaikum wr.. wb? Salam artinya damai, sejahtera. Jikalau kita menyebutkan assalamu ‘alaikum wr. wb, berarti damai dan sejahteralah sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah jatuh kepadamu. Salam berarti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu saya minta kepada kita sekalian untuk merenungkan benar-benar akan arti perkataan assalamu’ alaikum.
Salam — damai — sejahtera! Marilah kita bangsa Indonesia -­- terutama sekalian yang beragama Islam — hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai memba­hayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai gerombolan­-gerombolan yang menyebutkan assalamu ‘alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat.
Salam — damai! Damai — sejahtera! Rukun — bersatu! Terutama sekali di dalam revolusi nasional kita belum selesai ini.
Dan sebagai warga negara merdeka saya tadi memekikkan pekik « Merdeka ! » bersama-samadengan kamu. Kamu yang beragama Islam, kamu yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Budha, Hindu-Bali atau agama lain. Pekik “Merdeka!” adalah pekik yang  membuat rakyat Indonesia itu — walau-punjumlahnya 80 juta – menjadi : bersatu tekad, memenuhi sumpahnya, “Sekali merdeka, tetap merdeka!”.
Pekik “Merdeka!”, Saudara-saudara, adalah “pekik pengikat”. Dan bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan dari bangsa  yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imperialisme, dengan tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, ­terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang ini — fase revolusi nasional yang belum selesai — jangan lupa kepada pekik Merdeka! Tiap-­tiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah pekik “Merdeka!”.
Tatkala aku mengadakan perjalanan ke Tanah Suci beberapa pekan yang lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia di kota Singapura untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di Singapura itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka bergembira, bahwa Presiden Republik-nya lewat di Singapura. Mereka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-gempita, dan minta kepada Presiden Republik Indonesia untuk  memberikan amanat kepadanya. Di dalam amanat itu beberapa kali  dipekikkan pekik “Merdeka!”
Apa lacur? Sesudah Bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok, ke Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke negara Saudi Arabia — sesudah Bapak meninggalkan kota Singapura — geger pers imperialisme Singapura, Saudara-saudara. Mereka berkata:”Presiden Sukarno kurang ajar”. Presiden Sukarno menjalanka  Ill behaviour, katanya. Ill-behaviour itu artinya tidak tahu kesopanan. Apa sebab pers imperialisme mengatakan Bapak menjalankan ill behaviour, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini bukan negeri merdeka — toh tahu, bahwa di sini masih di dalam kekuasaan asing — kok memekikkan pekik “Merdeka”?

Tatkala Bapk kembali dari Tanah Suci, singgah lagi di Singapura, Bapak dikeroyok oleh wartawan-wartawan. Mereka menanyakan kepada Bapak : “Tahukah Paduka Yang Mulia Presiden bahwa tatkala PYM Presiden meninggalkan kota Singaûra di dalam perjalanan ke Mesir dan Tanah Suci, PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-behaviour, oleh karena PYM memekikkan pekik Merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia di sini memekikkan pekik Merdeka? Apa jawab PYM atas tuduhan itu ?”

Bapak menjawab : » Jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia, warga negara Republik Indonesia berjumpa dengan warga negara Republik Indonesia – selalu memekikkan pekik « Merdeka » ! Jangankan di sorga, di dalam neraka pun ! »

Nah, Saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan pekik Merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik Merdeka itu. Apalagi — sebagai Bapak katakan tadi — dalam fase revolusi nasional kita yang belum selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia yang beragama Islam, aku menyampaikan kepadamu salam “assalamu ‘alaikum!” Sebagai warga negara Republik Indonesia aku menyampaikan kepadamu “Merdeka!”
Saudara-saudara, aku pulang dari Bali — beristirahat beberapa hari di sana. Diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada ini malam memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanat, terutama sekali yang mengenai hal, “Apa sebab Negara Republik Indonesia berdasarkan kepada Pancasila?” Dan memberikan penerangan tentang hal Panca Dharma.
Tadi, tatkala aku baru masuk gèdung Gubernuran ini, hati kurang puas? Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan Bung Karno. Maka oleh karena itulah, Saudara-saudaraku dan anak–anakku sekalian, maka Bapak minta kepada pimpinan agar supaya Saudara-saudara diberi izin lebih dekat. Sebab Saudara-saudara tahu isi hati Bapak ini — isi hati Presiden, isi hati Bung Karno –  kalau jauh dari rakyat rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat dengan rakyat, rasanya laksana Kokrosono turun dari pertapaannya.
Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada Saudara-saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku berpidato di sini bukan sekadar sebagai Sukarno. Bukan sekadar sebagai Bung Karno. Bukan sekadar sebagai Pak Karno.– Aku berpidato di sini sebagai Presiden Republik Indonesia! Sebagai Presiden Republik Indonesia aku diminta untuk memberi penjelasan tentang Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan atas Pancasila?
Dan diminta memberi penjelasan akan Panca Dharma, sebagai yang telah kuanjurkan dengan resmi pula di dalam îdato Presiden Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus yang lalu Dan permintaab iru, Insya Allah kukabulkan pula sebagai Presiden RepublikIndonesia. Justru oleh karena pada saat sekarang uni saya sebagai Presiden Republik Indonesia, maka dengan gembira dan senang hati saya memenuhi permintaan untuk memberi penjelasan tentang Pancasila.

Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden Republik lndonesia disumpah atas Undang-Undang Dasar kita. Saya tadi berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai Presiden Republik disumpah atas dasar Undang-Undang Dasar kita. Disumpah harus setia kepada Undang-Undang Dasar kita. Di dalam Undang-Undang Dasar kita, dicantumkan satu Mukaddimah, kata pendahuluan. Dan di dalam kata pendahuluan itu dengan tegas disebutkan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan lndonesia yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.
Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar kita. Sejak kita di dalam tahun 1945 telah berkemas-kemas untuk menjadi satu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah mengalami empat kali naskah.
Sebelum mengadakan Proklamasi 17 Agustus, sudah ada satu naskah. Kemudian pada 17 Agustus 1945, satu naskah lagi. Kemudian tatkala RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu — tatkala kita kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan — satu naskah lagi. Empat kali naskah, Saudara-saudara. Dan di dalam ke-empat naskah itu dengan tegas disebutkan Pancasila.
Pertama, tatkala kita di dalam zaman Jepang, kita telah berkemas­kemas di dalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang merdeka.

Pada waktu itu telah disusunlah satu naskah yang di-namakan Jakarta Charter. Di dalam Jakarta Charter itu telah disebutkan dengan tegas lima asas yang hendak kita pakai sebagai pegangan untuk negara yang akan datang: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan. Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial.
Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita pada 17 Agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya. Saudara-saudara, kukatakan Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini –yaitu Undang-Undang Dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang di bawah ancaman bayonet Jepang — kita rencanakan satu Undang-Undang Dasar dari Negara Republik Indonesia yang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan di dalam Undang­Undang Dasar itu dengan tegas dikatakan Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial!.
Tatkala — berhubung dengan jalannya politik — Negara Republik Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibuatlah Undang­Undang Dasar RIS. Dan di dalam Mukaddimah Undang- Undang Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.
Kita tidak senang akan federal-federalan. Segenap rakyat mem­protes akan adanya susunan federal iui. Delapan bulan susunan RIS berdiri, hancur-lebur RIS, berdirilah Negara Republik Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini diubah lagi menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dari Negara Re-publik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi Mukaddimah yang mengandung Pancasila.
Jadi dengan tegas, Saudara-saudara, — jelas! Empat kali di dalam sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah me­nyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Allah s. w. t. dinobatkan menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu antara lain ialah setia kepada Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena itulah, Saudara-saudara, rasa sebagai kewajiban jikalau diminta oleh sesuatu golongan akan keterangan tentang Pancasila-memenuhi permintaan itu.

Dan pada ini malam dengan mzngucap syuka-syukur ke hadirat Allah s.w.t. aku berdiri di hadapan saudaara-saudara. Berhadap-hadapan muka dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, dengan pihak Angkatan Laut Republik Indonesia dan pihak Tentara, dengan pihak Mobrig, pihak Polisi, pihak Perintis, dengan pemuda, dengan pemudi – berdiri di hadapan Saudara-saudara dan anak-anak sekalian  yang telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air hujan – aku mengucap banyak terimakasih  kepadamu. Dan insya Allah, Saudara-saudara aku akan  terangkan kepadamu tentang apa sebab Negara Republik didasarkan atas dasar Pancasila.
Saudara-saudara, ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara!.Ya, jikalau diambil di dalam arti itu, memang Pancasila adalah sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan  misalnya ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar kita — bahwa Sang Merah Putih, bendera kita — itu pun sementara! Segala Undang-Undang Dasar kita sekarang ini adalah sementara.
Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita pakai sekarang ini, malahan disebutkan Undang-Undang Dasar Sementara dari Negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Ya, oleh karena akhimya nanti yang akan menentukan segala sesuatu ialah Konstituante. Maka itu, Saudara-saudara, kita akan mengadakan pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 September nanti, insya Allah S.W.T. untuk memilih DPR.
Kemudian pada tanggal 15 Desember untuk memilih Konstituante.
Konstituante adalah Badan Pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang­-Undang Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi. Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap bagi Negara Republik Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-galanya masih sementara.
Tetapi, Saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku, “Apa yang berisi kalbu Bapak ini akan permohonan kepada Allah s. w. t. ?” Terus terang aku berkata, jikalau Saudara-saudara membelah dada Bung Karno ini, Saudara-saudara bisa membaca di dalam dada Bung Karno memohon kepada Allah s. w. t. supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.
Ya benar, bahwa segala sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara-bendera Republik Indonesia-pun sementara! Dan jikalau nanti Konstituante bersidang, insya Allah s.w.t., Saudara-saudara-ku, siang dan malam Bapak akan memohon kepada Allah s. w. t. agar supaya Konstituante tetap menetapkan Bendera Sang Merah Putih sebagai bendera Negara Republik Indonesia.
Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ini. Jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia.
Tahukah Saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan nasional. Apa lagi bukan buatan Bung Karno, bukan buatan Bung Hatta! Enam ribu tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan seribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun, bukan empat ribu tahun, bukan lima ribu tahun!-Enam ribu tahun kita telah mengenal wama Merah Putih!
Tatkala di sini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam, belum ada agama Hindu, bangsa Indonesia telah meng-agungkan war­na Merah Putih. Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan dalam cara mengenal sebagai sekarang ini. Pada waktu itu yang kita sembah adalah Matahari dan Bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira, bahwa yang memberi hidup itu Matahari.
Siang Matahari – malam Bulan. Matahari merah- Bulan putih.
Pada waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih. Kemu­dian bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami akan hidup di dalam alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu di dalam alam ini dan kita melihat, – 0, alam ini ada yang hidup bergerak, ada yang tidak bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-makhluk yang bergerak. Ada tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak. Manusia dan binatang itu darahnya merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya putih. Getih – Getah.
Coba dengarkan hampir sama dua perkataan ini: Getih – Getah.
Cuma i diganti dengan a. Dulu kita mengagungkan Matahari dan Bulan yang di dalam alam Hindu dinamakan Surya Candra. Kemudian kita mengagungkan Getih – Getah. Merah – Putih. Saudara-saudara, itu adalah fase kedua.
Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa kejadian manusia ini adalah dari perhubungan laki dan perempuan, perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki adalah putih. Dan itulah sebabnya maka kita turun-temurun mengagungkan Merah-Putih. Apa yang dinamakan “gula-kelapa”, mengagungkan bubur”bang-putih”. Itulah sebabnya maka kita kemudian-tatkala kita mempunyai negara-negara setelah mempunyaikerajaan-kerajaan- memakai warna Merah-Putih itu sebagai bendera negara. Tatkala kita mempunyai kerajaan Singasari, Merah-Putih te1ah berkibar, terus dirampas oleh imperialisme asing. Tetapi di dalam dada kita tetap hidup kecintaan kepada Merah-Putih ..
Dan tatkala kita mengadakan pergerakan nasional sejak tahun 1908 dengan lahirnya Budi Utomo-dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP (Nationaal Indische Partij), oleh ISDP, oleh PKI, oleh Sarekat Rakyat, oleh PPPK, oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain-maka rakyat lndonesia tetap mencintai Merah-Putih sebagai warna benderanya. Dan tatkala kita pada tanggal 17 Agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan resmi kita menyatakan Sang Merah Putihadalah bendera kemerdekaan kita.
Itu smua jika dikatakan sementara, ya sementara! Sebab Konstituante belum bersidang. Konstituante mau merubah warna ini??? Lho, kalau menurut haknya, boleh saja. Sebab Konstituante itu adalah kekuasaan kita yang tertinggi. Penyusun, pembentuk Konstitusi. Jadi kalau Konstituante, misalnya, hendak menentukan wama bendera negara Republik lndonesia bukan Merah-Putih, ya mau dikatakan apa? Tetapi Bapak berkata, Bapak memohon kepada Allah s. w. t. agar supaya warna merah-putih tetap menjadi wama bendera Negara Republik lndonesia.
Kembali kepada Pancasila. Jika dikatakan sementara, ya semen­tara! Lagi-lagi Bapak ini berkata: Allah S.w.t. Dan Bapak pun bersyu­kur ke hadirat Allah s.w.t., bahwa cita-cita Bapak yang sudah bertahun-­tahun untuk naik Haji dikabulkan oleh Allah s. w.t. Lagi-Iagi Allah s.w. t
Saudara-saudara, jikalau aku meninggal dunia nant i-ini hanya Tuhan yang mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang- jikalau ditanya oleh Malaikat: “Hai, Sukamo, tatkala engkau hidup di dunia, engkau telah mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan apa yang paling engkau cintai? Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi? Pekerjaan apa yang engkau paling ucapkan syukur kepada Allah s. w. t.?”
Moga-moga, Saudara-saudara, aku bisa menjawabnya bisa menjawab demikian atau tidaknya itupun tergantung dari pada Allah s. w. 1.: “Tatkala aku hidup di dunia ini, aku telah ikut membentuk Negara Republik lndonesia. Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi masyarakat lndonesia”.
Sebagai sering kukatakan, Saudara-saudara, negara adalah wadah.
Jikalau diberi karunia oleh Allah s. w. t. mengerjakan pekerjaan satu ini saja-Allahu’akbar!-aku akan berterima kasih setinggi langit. Yaitu untuk pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah. Wadahnya­wadahnya saja-yang bemama Negara ini. Di dalam wadah ini adalah masyarakat. Wadah yang dinamakan negara ini adalah wadah untuk masyarakat.
Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk masyarakat. Membentuk wadah adalah bisa dijalankan di dalam satu hari sebenamya-wadah yang bernama Negara itu.
Tidakkah Saudara-saudara dari sejarah dunia kadang-kadang mendengar, bahwa oleh suatu konferensi kecil sekonyong-konyong diputuskan dibentuk negara ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahu­lu sesudah peperangan dunia yang pertama, tidakkah negara Ceko­slovakia sekadar dengan coretan pena dari suatu konferensi kecil. Membentuk negara, gampang! Dulu di sini juga pernah dibentuk Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, hanya dengan dekrit Van Mook, Saudara-saudara! Tetapi coba membentuk masyarakat, susah!
Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan malam, bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, kadang-kadang berwindu-windu, berabad-abad. Masyarakat apa pun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta pekerjaan kita terus-menerus. Baik masyarakat Islam, maupun masyarakat Kristen, maupun masyarakat sosialis. Bukan bisa dibentuk dengan satu dekrit, Saudara-saudara, dengan satu tulisan, dengan satu unjal napas manusia. Membentuk masyarakat makan waktu! Ya, aku bermohon kepada Tuhan, dibolehkanlah hendaknya ikut membentuk masyarakat pula.
Masyarakat di dalam wadah itu. Tetapi aku telah bersyukur seribu syukur kepada Tuhan, jikalau aku nanti bisa menjawab kepada Malaikat itu, bahwa hidupku di dunia ini ialah antara lain-lain telah ikut membentuk wadah ini saja. Membentuk wadah yang bernama negara dan wadah ini buat satu masyarakat yang besar. Walaupun rapat ini lebih dari satu juta manusia, Saudara-saudara, wadah itu bukan kok cuma buat satu juta manusia ini saja. Tidak! Wadah yang bernama negara, negara yang bernama Republik Indonesia itu adalah wadah untuk masyarakat Indonesia yang 80 juta, dari Sabang sampai ke Merauke! Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka suku. Bertahun–tahun aku ikut memikirkan ini. Nanti jikalau Allah S.W.T. memberikan kemerdekaan kepada kita-dulu Bapak berpikiran yang demikian-lah-jikalau Nega­ra Republik Indonesia telah bisa berdiri, negara ini agar supaya selamat, agar bisa menjadi wadah bagi segenap rakyat Indonesia yang 80 juta, Negara harus didasarkan apa?
Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah memikirkan hal ini. Tatkala aku aktif di dalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi memi­kirkan hal ini. Tatkala di dalam zaman Jepang, tetapi oleh karena tekad kita sendiri, usaha kita sendiri, pembantingan tulang sendiri, korbanan kita sendiri-tatkala fajar telah menyingsing-lebih-lebih lagi kupikirkan hal ini. Wadah ini hendaknya jangan retak. Wadah ini hendaknya utuh sekuat-kuatnya. Wadah untuk segenap rakyat lndo­nesia, dari Sabang sampai ke Merauke yang beraneka agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.
Sekarang aku menjadi Presiden Republik lndonesia adalah karunia Tuhan. Aku tidak menyesal, bahwa aku dulu bertahun-tahun memikirkan hal ini. Dan aku tidak menyesal. bahwa aku telah mem­formulir Pancasila. Apa sebab? Barangkali lebih dari siapa pun di lndonesia ini, aku mengetahui akan keanekaaan bangsa lndonesia ini.

(Bersambung 2)

 
3 Komentar

Ditulis oleh pada Juni 8, 2011 inci Uncategorized

 

3 responses to “Alasan PANCASILA Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (1)

  1. Paro Paty

    Juli 22, 2011 at 1:36 pm

    sebenarnya ungkapan inilah yg pewrlu direnungkan bangsa ini agar kita tetap mempertahankan kerukunan,damai,dan sesahtera yg termaktub didalam pancasila sbgai dasar negara ini sebagai pemersatu bangsa. jangan melupakan jasa2 pahlawan dimasa lampau.kembalilah kepangkuan pertiwi para bangsaku…merdeka

     
  2. dayupk

    Januari 15, 2013 at 5:39 am

    gg jelas

     
    • harimo parbada

      Juni 27, 2013 at 3:50 am

      pasti tidak jelas bagi yang tidak tahu sejarah bangsanya,hehehehehe

       

Tinggalkan komentar